Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan bahwa negaranya harus mempertimbangkan untuk ‘pegging’ atau mematok nilai tukar ringgit yang merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Mahattir menyebut kebijakan pematokan nilai ringgit telah diperkenalkan pada saat krisis keuangan Asia pada 1998 saat dirinya memimpin. "Ini adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan," kata Mahathir, dikutip dari Bloomberg, Kamis (2/11/2023).
Ringgit diketahui menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di negara-negara berkembang Asia tahun ini yang merosot hampir 8% terhadap dollar AS. Nilai tukar mata uang Malaysia tersebut merosot, di mana MYR4,8 setara dengan satu dolar AS pada bulan lalu, level terlemah sejak Januari 1998.
Mahathir melihat mata uang ini dapat merosot lebih jauh sebesar 5% ke rekor terendah 5 ringgit per dolar. Mantan PM Malaysia yang kini berusia 98 tahun mengatakan, bahwa kebijakan currency peg akan membantu meringankan tekanan harga.
"Bayangkan apa artinya itu bagi biaya hidup Anda," ujarnya.
Sementara itu, aset-aset Malaysia telah menderita tahun ini karena lonjakan suku bunga AS telah menyedot dana kembali ke negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini. Bank Negara Malaysia telah mempertahankan suku bunga acuannya pada 3% sejak Juli, menempatkannya pada rekor diskon ke batas atas patokan Federal Reserve atau The Fed.
Baca Juga
Pada saat yang sama, pertumbuhan yang tersendat-sendat di China, mitra dagang terbesar Malaysia, telah membebani ekspornya.
Gubernur Bank Negara Malaysia Abdul Rasheed Ghaffour bersama para pembuat kebijakan Negeri Jiran tetap berkomitmen untuk memastikan bahwa ringgit menyesuaikan diri dengan cara yang teratur.
"Kami telah berada di pasar, dan kami akan terus berada di pasar ketika dibutuhkan," kata Ghaffour.
Sementara itu, Bank sentral di negara tersebut enggan untuk menanggapi permintaan komentar mengenai potensi pegging atau patokan ringgit.
Melansir dari Invetopedia, pegging adalah kebijakan di mana pemerintah nasional atau bank sentral menetapkan nilai tukar tetap untuk mata uangnya dengan mata uang asing atau sekeranjang mata uang dan menstabilkan nilai tukar antarnegara.
Jangkar Stabilitas
Jatuhnya mata uang Malaysia selama krisis Asia, menambah tekanan pada cadangan devisa negara ini.
Mahathir, yang pertama kali menjadi perdana menteri pada 1981, menolak dana talangan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Dia justru memperkenalkan kontrol modal pada September 1998 dan kemudian mematok nilai tukar ringgit pada 3,8 per dolar. Kebijakan tersebut dijalankan hingga 2005.
IMF, yang pada saat itu menyebut patokan ringgit sebagai "langkah mundur", kemudian mengakui bahwa hal ini merupakan "jangkar stabilitas" yang membantu pemulihan ekonomi.
"Para investor asing sangat senang," kata Mahathir.
Kebijakan yang Salah
Mahathir mengatakan bahwa dia telah melontarkan gagasan untuk mematok kembali ringgit ke bank sentral ketika dirinya kembali menjadi perdana menteri pada 2018.
"Mereka mengatakan: 'Tidak, itu tidak bisa dilakukan karena itu salah secara internasional, menetapkan nilai tukar itu salah,'" kata Mahathir.
Negarawan senior ini memiliki sejarah panjang dalam meremehkan para pedagang mata uang dan pernah menyebut investor miliarder George Soros sebagai "orang bodoh" karena taruhan beraninya terhadap ringgit menjelang krisis Asia.
"Kita harus melarang perdagangan mata uang. Anda mendapatkan keuntungan dengan menciptakan kemiskinan bagi orang-orang," katanya.