Bisnis.com, JAKARTA - Situasi global dipenuhi oleh sejumlah peristiwa, termasuk perang Israel vs Hamas, yang memengaruhi perkembangan harga komoditas global. Contohnya seperti ketegangan Timur Tengah dan prospek ekonomi yang kurang jelas mempengaruhi komoditas logam.
Adapun, harga gula kontrak berjangka juga mengalami lonjakan harga karena adanya kendala pengiriman dari negara pemasok utama dan pembatasan ekspor dari India dan Thailand. Industri protein nabati juga menghadapi tantangan karena konsumen dunia yang berjuang melawan inflasi makanan.
Kemudian, beberapa perusahaan minyak berskala besar juga akan melaporkan hasil yang beragam di tengah situasi pengetatan pasar global, permintaan yang tak menentu dan risiko pasokan yang terkait perang Israel vs Hamas. Sektor energi juga diperkirakan mengalami peningkatan karena musim dingin kali ini diperkirakan akan lebih dingin.
Secara rincinya, berikut lima grafik kunci yang dapat Anda perhatikan dalam pasar komoditas global minggu ini, yang dikutip dari Bloomberg, Senin (30/10/23).
5 Komoditas Global yang Perlu Diawasi Pekan Ini
1. Logam (Emas)
Ketegangan Timur Tengah yang meningkat, tidak jelasnya prospek ekonomi, dan pendapatan perusahaan yang beragam mendorong banyak momentum pada emas batangan. Namun, hal ini merupakan gambaran suram bagi aset safe haven.
Harga emas spot melaju cepat ke harga sebesar US$2.000 disebabkan oleh para trader yang mengambil posisi jual setelah serangan Hamas ke Israel. Sayangnya, kepemilikan global dalam reksadana yang diperdagangkan di bursa yang didukung oleh emas, mengalami arus keluar berkelanjutan.
2. Pertanian (Gula dan Kakao)
Harga gula kontrak berjangka telah diperdagangkan mendekati level tertinggi dalam 12 tahun karena masalah pasokan yang tak pasti. Kendala pengiriman di pemasok utama Brasil, negara pemasok utama, membuat akses pasar global menjadi sulit. Ekspor yang terbatas dari India dan Thailand juga memberikan tekanan pada harga.
Selain itu, harga kakao juga meningkat di masa depan, sehingga meningkatkan biaya bahan baku untuk permen dan coklat menjelang periode liburan. menurut National Confectioners Association yang berbasis di Washington, empat musim dengan konsumsi terbesar untuk permen adalah Halloween pada 31 Oktober, Natal, Valentine dan Paskah.
3. Protein
Industri protein nabati (plant-based protein) kini menghadapi sejumlah tantangan. Sektor protein nabati yang dulunya laris kini semakin lesu lantaran harga yang tinggi serta rasa dan tekstur yang aneh membuat produk ini dicoret dari daftar belanja karena konsumen berjuang melawan inflasi makanan.
Semakin banyak perusahaan protein alternatif yang tutup, memberhentikan karyawan dan menjual perusahaannya. Menurut data PitchBook, pendanaan modal ventura untuk sektor ini turun hampir 40% tahun lalu dari puncaknya pada tahun 2021. Pada tahun ini tren kemungkinan akan memburuk.
4. Minyak
Perusahaan minyak besar seperti Shell dan BP akan segera melaporkan hasil kuartal III/2023. Beberapa saingannya, Exxon Mobil Corp. dan Chevron Corp melaporkan laba yang mengecewakan di tengah lemahnya kinerja dari bisnis penyulingan minyak dan kimia mereka. Sedangkan perusahaan raksasa Eropa seperti TotalEnergies SE dan Eni SpA mencatatkan hasil yang lebih positif.
Hasil yang beragam ini terjadi di tengah-tengah pengetatan pasar minyak global, permintaan yang tidak menentu, dan risiko pasokan yang sedang berlangsung terkait dengan perang Israel vs Hamas.
Minyak mentah berjangka telah bergejolak pada Oktober 2023, dengan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent berjangka berisiko mengakhiri tren kenaikan beruntun selama empat bulan.
5. Energi
Menurut kasus dasar Badan Informasi Energi (EIA) dalam Winter Fuels Outlook rumah tangga AS yang nyaman dengan minyak pemanas akan menghabiskan lebih banyak uang untuk menghangatkan diri pada musim dingin ini dibandingkan musim lalu.
Menimbang musim dingin kali ini diperkirakan akan lebih dingin, orang Amerika diperkirakan akan menggunakan lebih banyak minyak pemanas sehingga mendorong pengeluaran meningkat sebesar 8% secara tahunan.
Kemudian, penggunaan propana, listrik atau gas alam sebagai penghangat, menurut perkiraan EIA, total pengeluaran untuk produk-produk tersebut secara rata-rata akan turun masing-masing sebesar 3%, 1%, dan 21%.