Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Anak Buah Sri Mulyani Bawa Kabar Buruk dari AS dan China

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu membawa kabar buruk dari ekonomi AS dan China. Apa itu?
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam Dialogue KiTa, Jumat (2/10/2020)/ Jaffry Prakoso-Bisnis
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam Dialogue KiTa, Jumat (2/10/2020)/ Jaffry Prakoso-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa kedepannya ekonomi akan cukup menantang. Amerika Serikat (AS) dengan China yang terus tegang bukan hanya soal dagang, juga ekonomi lainnya yang berisiko terhadap Indonesia.  

Dirinya melihat defisit APBN milik AS pun masih sangat tinggi dan diproyeksikan mencapai 9% pada akhir 2023. Sementara itu, AS menginginkan untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi meski inflasi masih tinggi. 

Di sisi lain, kinerja ekonomi China yang melambat pada tahun ini juga menjadi perhatian dunia. 

“Ini menjadi risiko, kenapa? Ini dampaknya adalah instabilitas dari eksternal kita, di mana terjadi kenaikan suku bunga yang cukup tinggi dan mungkin masih akan terus lebih tinggi lagi, dan mungkin untuk waktu yang cukup lama,” ujarnya di Jakarta, Selasa (24/10/2023).  

Meski demikian, Febrio menekankan bahwa pemerintah telah mengantisipasi hal tersebut melalui Anggaran Pendapatan dan Penerimaan Negara (APBN) sebagai instrumen untuk menahan guncangan atau shock absorber.

Febrio memberikan contoh, APBN berperan penting dalam merespon tekanan global yang juga berisiko terhadap melonjaknya harga minyak menuju US$100 dolar per barel. 

Realisasinya, dia mengungkapkan APBN terbukti dalam 3 tahun terakhir, selalu menjadi shock absorber. Meski demikian, dari tahun ke tahun APBN tercatat semakin sehat. 

Febrio menuturkan hal itu terbukti dari defisit yang terkendali dari 6,1% pada 2020, menjadi 2,35% pada 2022. 

“Masuk 2023, kami melihat di Juni kemarin, laporan semester, outlook untuk defisit 2,3%, lebih rendah dari asumsi APBN yang tadinya di 2,85%,” jelasnya. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa APBN merupakan salah satu instrumen penting bagi bangsa Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam Kuliah Umum bertajuk "Kebijakan Fiskal di Tengah Konstelasi Ketidakpastian Global" yang diselenggarakan di Kampus Universitas Diponegoro, Semarang, pada Senin (23/10/2023).

"Salah satu instrumen yang penting adalah APBN, keuangan negara, yang sering disebut sebagai kebijakan fiskal, karena dia adalah salah satu bentuk dari instrumen negara untuk bisa mencapai cita-cita tersebut," ujar Sri Mulyani.

Menkeu mengungkapkan, cita-cita luhur Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 tentu membawa konsekuensi, khususnya dari sisi keuangan negara. Terlebih, konstelasi global yang dinamis dan menantang juga membutuhkan instrumen yang tangguh agar perekonomian Indonesia bisa dikelola dalam mencapai tujuannya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa APBN hadir melalui tiga fungsi yakni alokasi, distribusi, dan stabilisasi, termasuk sebagai countercyclical.

"Kalau ekonominya terlalu menderu-deru maka dia dicoba didinginkan, kalau ekonominya terlalu turun amblas maka dia ditarik ke atas. Dia menggunakan instrumen pajak penerimaan, maupun belanja, dan pembiayaan. Dia bisa melakukan secara ekspansif dia juga bisa melakukan secara kontraktif. Itu semuanya didesain di dalam APBN dengan postur APBN," jelas Sri Mulyani. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper