Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Faisal Basri Sebut Utang Kereta Cepat jadi Beban APBN, Kok Bisa?

Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai penjaminan APBN untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) bakal jadi beban APBN. Ini penjelasannya.
Ekonom Senior Indef Faisal Basri dalam sesi Podcast bersama BisnisTV di Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (6/6/2023). Dok. Youtube Bisniscom
Ekonom Senior Indef Faisal Basri dalam sesi Podcast bersama BisnisTV di Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (6/6/2023). Dok. Youtube Bisniscom

Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai penjaminan APBN untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tentu akan menjadi beban kas negara atau APBN di kemudian hari. 

Pemerintah telah menerbitkan beleid untuk menjadi penjaminan atas pinjaman PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk proyek KCJB akibat terjadinya cost overrun. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.  

“Ini akan membebani APBN, selamanya. Seperti PSO yang diberikan setiap tahun Rp2 triliun,” katanya dalam Diskusi Publik ‘Beban Utang Kereta Cepat di APBN’, Selasa (17/10/2023). 

Awalnya, jelas Faisal, proyek tersebut dilakukan secara business-to-business (B2B). Namun pada akhirnya, dia mengatakan kerja sama tersebut kini tak lagi berkonsep seperti itu. 

Skema kepemilikan dari Lead konsorsium yang awalnya PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) pun berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero). 

“Akhirnya tak lagi B2B. Dibentuk komite segala macam, tambah repot, perubahan prosi kepemilkan patungan, menyelesaikan masalah kenaikan atau perubahan biaya cost overrun. Akhirnya pembiayaan dari APBN,” tegas Faisal. 

Bahkan, dalam perhitungan Faisal, modal pembuatan kereta cepat dengan asumsi nilai investasi Rp114,4 triliun, baru akan kembali paling cepat 33 tahun jika menggunakan okupansi 100%, 39 trip per hari, dan harga tiket Rp400.000.  

“Jika nilai investasi tetap, seatnya kalau 50 persen tadi [butuh] 139 tahun [balik modal],” tambahnya.  

Hal yang menjadi masalah, di samping keberadaan stasiun Halim dan Tegalluar yang tidak berada di tengah kota, banyak pilihan moda transportasi menuju Bandung yang lebih efisien. 

Selain itu, doa mengatakan kereta api dari Tegalluar menuju pusat kota Bandung pun belum terintegrasi. 

Di sisi lain, pilihan transportasi umum berupa bus dan travel dari Jakarta menuju ke kota Bandung pun lebih efisien karena pemberhentian yang sangat fleksibel. Terlebih, Jakarta tidak akan lagi menjadi ibu kota dan adanya rencana pemindahan ke IKN Nusantara, Kalimantan Timur. 

Menurutnya, lebih menjanjikan kereta cepat jika menggunakan rute Jakarta-Surabaya yang dapat menempuh waktu hanya 2,5 jam.  

“Apalagi, ada rencana pemindahan IKN,” katanya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper