Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Argentina Kerek Suku Bunga ke 133% Imbas Inflasi Terparah 25 Tahun Terakhir

Inflasi Argentina pada bulan September berada di atas ekspektasi yaitu 12,7% secara bulanan dan 138% secara tahunan
Bendera Argentina/Istimewa
Bendera Argentina/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Argentina menaikkan suku bunga acuan menjadi 133% dari 118% pada hari Kamis (12/10/2023), karena data inflasi yang lebih buruk dari perkiraan. 

Hal tersebut terjadi pada momen 10 hari menjelang para pemilih pergi ke tempat pemungutan suara untuk memilih presiden baru di tengah-tengah krisis ekonomi yang semakin dalam.

Kenaikan ini terjadi tidak lama setelah angka inflasi bulan September dirilis, yang berada di atas ekspektasi yaitu 12,7% secara bulanan dan 138% secara tahunan. Kondisi ini memperburuk lonjakan harga-harga yang telah menggerus gaji dan tabungan dan mendorong dua dari setiap lima orang di Argentina berada di bawah garis kemiskinan.

Bank Sentral Argentina sedang berjuang untuk mempertahankan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi inflasi, dengan jajak pendapat bank sentral terhadap para analis pada hari itu yang memperkirakan inflasi akan mencapai lebih dari 180% pada akhir tahun ini.

Capaian inflasi September 2023 ini saja, menurut Trading Economics, menjadi yang tertinggi setidaknya dalam 25 tahun terakhir. 

Beberapa pengamat mempertanyakan apakah kenaikan terakhir sudah terlambat di tengah skenario ekonomi yang memburuk.

"Tidak ada gunanya lagi menaikkan suku bunga, ekspektasi telah hilang dan menaikkan suku bunga saat ini tidak akan menahan pelarian dari peso ke dollar," kata seorang manajer perbankan swasta nasional yang tidak mau disebutkan namanya, dikutip dari Reuters, Jumat (13/10/2023). 

Dampak inflasi telah diperburuk oleh devaluasi peso sebesar hampir 18% yang dilakukan pemerintah pada pertengahan Agustus, yang bertepatan bank sentral menaikkan suku bunga dari 97% menjadi 118%.

Sejak saat itu, peso Argentina terjun bebas dengan cepat, dengan mata uangnya melampaui batas psikologis 1.000 peso per dolar AS pada awal minggu ini karena negara ini bersiap untuk memberikan suara dalam pemilihan umum yang dijadwalkan pada 22 Oktober.

Para pemilih akan memilih siapa yang akan menggantikan Presiden Alberto Fernandez yang berhaluan kiri, dengan Javier Milei yang berhaluan libertarian radikal dipandang sebagai kandidat yang paling unggul karena penampilannya yang mengejutkan pada pemilihan pendahuluan Agustus.

Milei, yang ingin menutup bank sentral dan mendevaluasi ekonomi untuk menjinakkan inflasi, baru-baru ini merekomendasikan para deposan untuk tidak memperbarui kepemilikan bank dalam peso, dengan alasan bahwa peso tidak berfungsi sebagai "excrement".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper