Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu memberikan insentif yang menarik untuk pengembangan jaringan distribusi gas di tengah kondisi kelebihan pasokan atau oversupply yang saat ini terjadi di Jawa Timur.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan dukungan itu diharapkan dapat meningkatkan investasi serta kemajuan proyek pengembangan infrastruktur migas yang lebih hilir untuk menyerap pasokan yang saat ini berlebih di kawasan tersebut.
“Misalnya dalam bentuk insentif fiskal atau tarif toll fee yang lebih menarik bagi badan usaha untuk dapat mengembangkan dan menambah kapasitas infrastuktur jaringan pipa yang ada,” kata Pri saat dihubungi, Rabu (11/10/2023).
Seperti diketahui, SKK Migas memproyeksikan surplus pasokan gas pada wilayah kerja bagian Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Jabanusa) dapat mencapai 50 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) pada pertengahan tahun ini.
Surplus pasokan gas itu disebabkan karena massifnya kegiatan onstream serta peningkatan kapasitas produksi dari beberapa lapangan di kawasan tersebut beberapa waktu terakhir.
Konsekuensinya, produksi gas dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Jambaran Tiung Biru (JTB) mesti ditahan rendah di level 110 juta MMscfd hingga saat ini.
Baca Juga
Adapun keseluruhan kontrak itu berasal dari PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) atau PGN untuk disalurkan lebih lanjut kepada pelanggan. Sementara itu, kapasitas produksi gas dari lapangan ini diestimasikan dapat mencapai 192 MMscfd.
“Permintaan pasar di wilayah sekitar JTB itu sendiri sebetulnya juga perlu dibuat, pemerintah dapat mengambil perang lebih dalam hal ini,” kata dia.
Di sisi lain, dia menambahkan, situasi itu bakal membuat skala keekonomian pengembangan PSN JTB menjadi tidak menarik bagi Pertamina.
“Keekonomian akan lebih baik jika skala produksi sesuai dengan skala keekonomiannya,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pertamina EP Cepu tengah mengantisipasi dampak tertahannya produksi gas dari PSN JTB atas arus kas dan kinerja perusahaan.
Direktur Utama Pertamina EP Cepu, Endro Hartanto mengatakan perseroan telah membuat perhitung awal ihwal potensi beban yang mungkin muncul tersebut akibat realisasi produksi yang masih jauh dari kapasitas terpasang.
“Sudah memitigasi tentunya dan untuk hitung-hitungannya sedang dibahas dan nanti akan dibahas dengan pihak-pihak terkait,” kata Endro kepada Bisnis, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Situasi itu, kata dia, bakal berdampak negatif pada perusahaan dalam jangka pendek. Kendati demikian, dia memastikan, perseroan bersama dengan pemerintah bakal memitigasi situasi itu pada jangka panjang.
“Untuk jangka panjang bersama-sama dengan Pertamina Group, SKK Migas dan pemerintah sedang menyelesaikan hal ini,” kata dia.