Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenperin Siapkan Lartas Impor, Industri Tekstil Bisa Selamat?

Kemenperin tengah menyiapkan aturan teknis pelarangan terbatas atau Lartas bagi delapan subsektor komoditas, termasuk produk hilir tekstil.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan segera merilis Peratuan Menteri Perindustrian (Permenperin) terkait dengan pengawasan impor border sebagai pemberlakuan larangan terbatas (lartas) terhadap 8 subsektor prioritas, termasuk industri hilir tekstil.

Sebagaimana diketahui, 8 komoditas yang akan diperketat dengan pengawasan impor border yakni pakaian jadi, mainan anak-anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil jadi, obat tradisional dan suplemen kesehatan dan tas. 

Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Taufiek Bawazier mengatakan pihaknya akan memberlakukan mengubah aturan pengawasan impor dari Post Border menjadi Border sebagai 'tameng' dari banjir produk asing di pasar domestik. 

"[Post Border menjadi Border] itu positif, memang idealnya kan hulu, tengah, hilir diatur karena nggak mungkin kalau di atur itu hanya di hulunya saja atau bahan bakunya, jadi perlu terintegrasi," kata Taufiek di sela-sela Rapat Kerja Kemenperin, Rabu (11/10/2023).

Di satu sisi, industri tekstil hulu dan antara masih membutuhkan impor untuk memenuhi pasokan bahan baku dalam negeri, kendati di sisi hilir impor barang jadi mesti dibatasi untuk menjagaa daya saing produk lokal. 

Taufiek menuturkan, jika perdagangan produk di hilir tidak diatur, maka pasar asing akan mudah masuk memenuhi pasar domestik. Sebab, saat ini tidak pengawasan berupa Post Border yang dinilai terlampau bebas tanpa barrier.

Dalam hal ini, barrier yang dimaksud yaitu pengawasan border oleh petugas Bea Cukai di kawasan pabean. Sehingga, sebelum barang impor masuk dan meluas di pasar dalam negeri, akan ada sejumlah instrumen seperti Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS).

"Produknya sama enggak, jenisnya apa, itu kan semua dibatasi volumenya. Jadi, konteks di sini adalah volume. Kalau sebelumnya itu post border dan tidak ada instrumen barrier itu volumenya bebas kan berarti," tuturnya. 

Taufiek menilai, jika Post Border masih terus dilakukan di tengah kondisi banjir produk asing saat ini, maka industri kecil dan menengah (IKM) akan kalah saing dan tidak dapat membangun daya saing di negeri sendiri. 

Padahal, industri merupakan pembayar pajak terbesar. Maka, perlindungan berupa perbaikan regulasi akan diatur sehingga industri yang memproduksi barang jadi memiliki tata kelola yang tepat dan industrinya diberi instrumen barrier. 

"Kita bukan bicara protect ya tapi ini adalah best practice karena kalau tidak diatur demikian maka secara pricing pasti jauh. Kita aja mengimpor bahan bakunya dari negara tersebut, negara tersebut menghasilkan produk hilir ke dalam negeri. Jadi, komparasinya itu kan nggak fair," terangnya. 

Menurut Taufiek, barrier berupa pengawasan lartas Border merupakan langkah pengetatan paling efisien karena membatasi volume masuknya produk impor. Dia menegaskan, bukan berarti impor barang jadi tidak diizinkan. 

Sebab, kebutuhan produk yang diproduksi dalam negeri belum tentu memenuhi permintaan pasar ekspor dan domestik. Namun, terkait dengan volume pembatasan impor barang yang dimaksud, dia menyebutkan hal tersebut akan tergantung pada supply dan demand

"Jadi kalau demand nasional itu kan menghitungnya produksi dikurangi ekspor ditambah impor, biasanya terus plus minus pertumbuhan ekonomi, itu demand nasional," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Taufiek berharap langkah pemerintah untuk mengalihkan Post Border ke Border dapat mengontrol laju barang impor ke dalam negeri. Instrumen pengawasan ini pun dilakukan untuk membangkitkan kembali pasar-pasar tradisional, sekaligus mengatur tata kelola marketplace

Setidaknya, ada 100 harmonized commodity (HS) code yang identifikasi masuk dalam konteks menganggu. Hal ini terlihat dari indikator kepercayaan industri (IKI) subsektor industri di bawah level 50 yang menyebabkan rendahnya utilisasi atauu proses produksi. 

"Kalau tidak ada proses produksi artinya perusahaan itu kan cut off, memotong tenaga kerja. Ini kan nggak bagus buat pemerintah. Nah, ini lah pemerintah hadir, pemerintah hadir untuk melakukan itu. Jadi, artinya utilisasinya nanti diharapkan bisa masuk dengan instrument tadi," paparnya.

Adapun, Permenperin terkait aturan pengawasan lartas Border yang dimaksud akan segera dirampungkan dalam 2 minggu, sehingga dalam waktu dekat akan segera diterbitkan. Aturan ini juga bersinggungan dengan regulasi kawasan berikat yang diatur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper