Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi Masih Jadi Momok Global, IMF Wanti-Wanti Penurunan Suku Bunga Acuan Terlalu Cepat

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyampaikan suku bunga acuan perlu dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi untuk periode yang lebih lama.
Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva./ Bloomberg
Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva./ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mewanti-wanti bank sentral agar tidak melonggarkan kebijakan suku bunga terlalu dini, mengingat tekanan inflasi global yang belum reda.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyampaikan bahwa laju inflasi di beberapa negara berhasil turun, efek dari kebijakan moneter dan fiskal yang tepat.

Di sisi lain, laju inflasi di sejumlah negara diperkirakan tetap tinggi hingga 2025. Oleh karenanya, Kristalina mengatakan mengatasi inflasi merupakan prioritas nomor satu saat ini.

Dengan demikian, menurutnya, suku bunga acuan perlu dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi untuk periode yang lebih lama atau higher for longer.

“Sangatlah penting untuk menghindari pelonggaran kebijakan yang terlalu dini, mengingat risiko meningkatnya inflasi,” katanya dalam pidato pembukaan pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF di Marrakesh, dikutip Jumat (6/10/2023).

Analisis IMF menunjukkan semakin penting menjaga ekspektasi inflasi saat ini. IMF menilai, untuk membantu membentuk pandangan masyarakat terhadap inflasi, para pembuat kebijakan perlu mengkomunikasikan arah kebijakan mereka dengan jelas.

Kristalina menyampaikan, pemerintah juga perlu menjaga stabilitas keuangan. Ekspektasi akan terjadinya soft landing dapat membantu mendongkrak berbagai harga aset. Tapi, asesmen ulang yang cepat terhadap prospek ini, dengan inflasi yang tiba-tiba naik kembali, dapat menyebabkan pengetatan kondisi keuangan yang tajam, yang akan memukul pasar dan ekonomi dengan keras.

Adapun, pengetatan kredit telah memberikan tekanan pada banyak debitur, seperti perusahaan-perusahaan real estat komersial di Amerika Serikat dan Eropa. Di China, tekanan yang terus berlanjut di sektor properti pun menjadi perhatian. Begitu juga dengan rasio utang yang tinggi di beberapa sektor non-bank.

Di sisi lain, banyak negara juga menghadapi risiko yang signifikan dari sisi fiskal. Untuk mempersiapkan diri menghadapi guncangan di masa depan dan melakukan investasi penting, negara-negara kata Kristalina harus mengembangkan kembali ruang gerak anggaran mereka. 

“Pertaruhannya tinggi, karena guncangan dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan peningkatan lebih lanjut terhadap beban utang di banyak negara, termasuk di Afrika. Dengan sedikit atau bahkan tidak ada ruang fiskal yang tersisa dan biaya pembayaran utang, banyak pemerintah menghadapi keputusan yang sulit,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper