Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Efek Kejut Lonjakan Imbal Hasil Treasury AS ke Pasar Global

Imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun turun ke posisi 4,72 persen setelah menyentuh level tertingginya sejak tahun 2007.
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, pada hari Selasa, 8 Agustus 2023./Bloomberg
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, pada hari Selasa, 8 Agustus 2023./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Efek kejut terhadap pasar keuangan global akibat aksi jual obligasi Amerika Serikat (AS) atau Treasury AS masih terasa, meskipun imbal hasil instrumen obligasi pemerintah AS tersebut telah turun dari level tertingginya dalam 16 tahun terakhir.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (5/10/2023), imbal hasil Treasury AS dengan tenor 10 tahun yang menjadi tolok ukur global turun 7 basis poin di posisi 4,72 persen, setelah menyentuh level 4,88 persen, level tertingginya sejak tahun 2007.

Sementara itu, imbal hasil Treasury AS tenor 30 tahun turun ke posisi 4,861 persen dari level 5 persen yang dicapai pada perdagangan Rabu.

Meskipun aksi jual mereda di AS, para pelaku pasar masih waspada terhadap era kebijakan moneter ketat yang diperpanjang. Ketatnya kebijakan moneter AS menuntut kompensasi yang lebih tinggi bagi pada pemegang surat utang pemerintah dengan tenor panjang.

"Imbal hasil obligasi AS yang berada di level tertinggi untuk tahun ini mulai terlihat mengganggu area dan sektor lain," ungkap kepala riset pendapatan tetap global di HSBC Holdings Plc Steven Major, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (5/10/2023).

Aksi jual tersebut terjadi karena pejabat Bank Sentral Eropa (ECB) dan Federal Reserve semakin memperjelas bahwa mereka tidak mungkin melonggarkan kebijakan dalam waktu dekat, dan diperparah oleh kekhawatiran atas membengkaknya defisit pemerintah dan peningkatan pasokan obligasi.

Aksi jual di AS juga merembet ke pasar obligasi global. Imbal hasil pemerintah Jerman bertenor 10 tahun sempat melonjak di atas 3 persen untuk pertama kalinya sejak tahun 2011, sebelum turun ke level 2,928 persen pada Rabu. Imbal hasil obligasi bertenor 30 tahun juga sempat naik ke level tertinggi dalam 12 tahun terakhir.

Bahkan imbal hasil obligasi Jepang bertenor 10 tahun, yang dibatasi oleh Bank of Japan (BOJ), naik 4,5 basis poin ke level tertinggi dalam satu dekade terakhir meskipun BOJ menawarkan untuk membeli obligasi senilai US$4,5 miliar pada hari Rabu.

Tidak hanya pasar obligasi, pasar saham juga turut terdampak aksi jual ini. Di Asia, indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 2,28 persen dan FTSE Straits Times Index Singapura juga melemah 1,41 persen. Di Eropa, indeks Stoxx 600 Europe turun tipis 0,14 persen, sedangkan indeks FTSE 100 Inggris turun 0,77 persen.

Di dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,78 persen atau 54,31 poin ke level 6.886,57 pada perdagangan Rabu. Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah 54 poin atau 0,36 persen ke level Rp15.634 per dolar AS.

Aksi jual mereda ketika pasar saham AS dibuka pada hari Rabu setelah serangkaian rilis data ekonomi meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed dapat menahan kenaikan suku bunga selanjutnya tahun ini.

Berdasarkan survei dari ADP Research Institute yang bekerja sama dengan Stanford Digital Economy Lab, perusahaan-perusahaan AS menambahkan jumlah pekerjaan paling sedikit sejak awal 2021 pada bulan September 2023. Hal ini menunjukkan permintaan tenaga kerja di beberapa industri melambat.

Sementara itu, data tenaga kerja swasta AS naik 89.000 pada September 2023, turun dari 180.000 pada bulan Agustus. Adapun Indeks jasa Institute for Supply Management (ISM) turun tipis ke 53,6 pada September, level terendah tahun ini, meskipun angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi.

Pada akhir perdagangan, bursa saham AS mampu ditutup rebound ke zona hijau. Indeks Dow Jones menguat 0,39 persen, indeks S&P 500 rebound 0,81 persen, sedangkan indeks Nasdaq menguat 1,35 persen.

Kepala konstruksi portofolio model Morgan Stanley Global Investment Office Mike Loewengart mengatakan para investor saham berharap pasar tenaga kerja akan melonggar dan memberikan ruang bernafas yang cukup bagi the Fed untuk menurunkan sikap hawkish-nya.

"ADP belum tentu merupakan prediktor yang dapat diandalkan untuk data pekerjaan bulanan pemerintah, tetapi jika data hari Jumat juga menunjukkan pasar tenaga kerja mendingin, kekhawatiran para investor saham terhadap kenaikan suku bunga yang tidak terbatas mungkin akan sedikit mereda," ungkapnya.

Di sisi lain, obligasi global telah turun 3,5 persen sepanjang tahun 2023 dan imbal hasil di seluruh dunia sekarang berada pada level yang hampir tidak terpikirkan pada awal tahun 2023. Aksi jual yang begitu ekstrem telah memaksa investor bullish untuk menyerah dan bank-bank di Wall Street memangkas proyeksi mereka.

Volatilitas Yield Treasury AS

Lonjakan imbal hasil Treasury AS, yang sekarang berada di atas negara-negara lain, mendorong reli dolar AS selama beberapa hari terakhir, mengirim euro ke level terendah dalam hampir satu tahun dan mendorong yen ke level 150 per dolar pada hari Selasa.

Volatilitas juga telah merembet ke saham-saham dan obligasi korporasi. Indeks S&P 500 turun ke level terendah dalam empat bulan terakhir pada hari Selasa, sedangkan indeks utama risiko kredit untuk perusahaan-perusahaan sub-investment grade di Eropa melonjak ke level tertinggi sejak bulan Mei.

Manajer keuangan Jamieson Coote Bonds Pty James Wilson mengatakan pergerakan-pergerakan yang volatil ini mulai menimbulkan kekhawatiran di semua kelas aset secara global.

"Saat ini terjadi aksi jual oleh pembeli dan tidak ada yang mau melangkah di depan kenaikan imbal hasil, meskipun imbal hasil telah mencapai level yang cukup jenuh jual," ujar wilson.

Pergerakan tajam tersebut telah mendorong volatilitas Treasury AS ke level tertinggi sejak Mei pada hari Selasa, sementara korelasi antara indeks sekuritas global Bloomberg dan indeks obligasi pemerintah AS melonjak ke level tertinggi sejak Maret 2020.

Pasar negara berkembang juga merasakan dampaknya. Imbal hasil tambahan yang diminta investor untuk memiliki obligasi negara berkembang berdenominasi dolar AS dibandingkan Treasury AS melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan terakhir pada hari Selasa, membuat biaya pinjaman rata-rata menjadi hampir 9 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper