Bisnis.com, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya yang melakukan penolakan pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) atau UU IKN pada hari ini, Selasa (3/10/2023).
Sebagaimana diketahui, sebanyak tujuh dari total sembilan fraksi partai politik di Gedung DPR menyatakan setuju RUU IKN tersebut disahkan menjadi Undang-Undang.
Adapun, ke-tujuh fraksi tersebut yakni PDI-Perjuangan, PKB, PPP, NasDem, Gerindra, PAN dan Golkar. Kemudian, Partai Demokrat ikut menyetujui, tapi dengan beberapa catatan.
Sementara itu, PKS sejak awal sampai hari ini masih tetap menolak RUU IKN disahkan menjadi Undang-Undang.
Mengutip akun Twitter resmi Fraksi PKS @FPKSDPRRI salah satu yang menjadi bahan penolakan keras PKS yakni terdapat dalam poin pertanahan yang mengatur hak guna usaha (HGU) mencapai 190 tahun.
PKS menilai, aturan tersebut melanggar konstitusi dan memandang negara seakan-akan terlalu memanjakan investor dengan mengobral HGU mencapai 190 tahun dan hak pakai mencapai 160 tahun.
Baca Juga
"Keputusan ini pun dinilai melanggar konstitusi dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Pemberian perpanjangan dan pembaruan HGB, HGU, dan hak pakai secara sekaligus juga dinilai seperti kembali ke masa Orde Baru," jelas PKS dikutip Selasa (3/10/2023).
Kedua, Fraksi PKS juga menyoroti kewenangan khusus yang diberikan Otorita IKN yang dinilai terlalu besar.
"Kewenangan otoritas IKN berupa pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara dinilai dapat disalahgunakan dengan dalih kewenangan khusus," jelasnya.
Untuk diketahui, revisi UU IKN tersebut mencakup beberapa poin penting perubahan. Di antaranya yakni penetapan batas wilayah, penguatan kelembagaan IKN, pemenuhan kompetensi SDM, serta penataan ruang mengacu pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) nasional rencana tata ruang Kawasan Strategis Nasional IKN.
Selanjutnya, revisi UU IKN juga mencakup regulasi mengenai status tanah penguasaan tanah, pengoptimalan kewenangan IKN, percepatan penyelenggaraan perumahan, pelaksanaan peninjauan badan otoritas IKN di bawah DPR dan menjamin kepastian hukum pelaku usaha (insentif).