Bisnis.com, BOGOR - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal status pajak yang dibayarkan oleh TikTok kepada negara.
TikTok saat ini memang menjadi sorotan lantaran fungsinya sebagai sedia sosial sekaligus e-commerce atau social commerce dinilai bisa mematikan keberadaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di berbagai wilayah di Indonesia.
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Ihsan Priyawibawa menturkan bahwa TikTok terdaftar sebagai salah satu pemungut pajak pertambahan nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE)
Bahkan, dia mengatakan TikTok secara resmi terdaftar sebagai pemungut, pelapor, dan penyetor PPN atas barang dan jasa digital yang dijual di Indonesia sejak 2020z
"TikTok menjadi perusahaan berbasis di luar negeri yang melakukan setoran pajak terhadap aktivitas pemungutan PPN [PMSE] atas transaksi-transaksinya di Indonesia. Jadi, orang Indonesia memanfaatkan jasa TikTok jadi pemungut PPN-nya," kata Ihsan dalam media briefing Kemenkeu di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Ihsan mengatakan transaksi digital yang dipungut PPN oleh TikTok terkait dengan operasionalnya sebagai media sosial, antara lain jasa iklan.
Baca Juga
Dia menengaskan PPN yang dipungut dan dilaporkan oleh TikTok terbatas untuk layanan jasa iklan digital, bukan transaksi e-commerce.
Meski demikian, Ihsan tidak bisa membeberkan berapa total PPN PMSE yang sudah disetor TikTok ke Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu.
“Soal setoran pajak saya enggak bisa cerita karena itu bagian dari rahasia jabatan," imbuhnya.
Pemerintah akan memperketat pengaturan arus perdagangan di e-commerce.
Aturan ini akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, menyampaikan, rancangan aturan tersebut akan ditandatangani hari ini agar segera dapat diberlakukan.
“Sudah disepakati. Pulang ini revisi Permendag No.50/2020 akan kita tandatangani,” kata Zulhas di Kompleks Istana Negara Jakarta, Senin (25/9/2023).
Adapun, pemerintah mengungkapkan enam poin yang akan diatur dalam aturan teranyar ini.
Pertama, social commerce tidak boleh melakukan transaksi langsung. Social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang dan jasa.
Kedua, social commerce dan e-commerce harus dipisah untuk mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
Ketiga, aturan ini akan memuat daftar produk-produk impor yang boleh masuk ke Indonesia.
Keempat, barang yang masuk ke Indonesia akan mendapatkan perlakuan yang sama dengan barang dalam negeri. Misalnya, produk makanan diwajibkan untuk memiliki sertifikat halal dan produk kecantikan harus memiliki izin edar kosmetik dari Badan POM.
Kelima, e-commerce dilarang bertindak sebagai produsen. Itu artinya, e-commerce dilarang untuk menjual produk-produk produksi mereka sendiri.
Keenam, produk impor di bawah US$100 atau setara Rp1,5 juta dilarang dijual di e-commerce.
“Pemerintah akan menindak tegas e-commerce yang melanggar ketentuan terkait produk impor yang dijual di e-commerce,” ucapnya.