Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejar Target Net Zero Emission, PLN Harus Kembangkan EBT Besar-besaran

Untuk mencapai target karbon netral atau net zero emission pada 2050, diperlukan pengembangan pembangkit listrik energi baru terbarukan secara masif.
Pembangkit listrik tenaga bayu./Istimewa
Pembangkit listrik tenaga bayu./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana PT PLN (Persero) untuk meningkatkan porsi penambahan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dalam perubahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dinilai sudah sejalan dengan upaya pencapaian target net zero emission pada 2050.

Dalam rancangan revisi RUPTL, penambahan pembangkit listrik EBT direncanakan mencapai 60 gigawatt (GW) atau 75 persen dari total penambahan pembangkit sampai dengan 2040. 

Sementara itu, 25 persen sisanya, penambahan pembangkit akan berbasis gas. Artinya, tidak ada penambahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dalam RUPTL PLN terbaru nantinya. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa melihat bahwa apa yang dilakukan oleh PLN sesuai dengan ketentuan peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik atau Perpres EBT.

“Ketentuan Perpres 112/2022 membuat PLN tidak lagi menambah PLTU baru di luar yang sudah kontrak. Jadi pertumbuhan listrik mendatang harus dipenuhi dari pembangkit energi terbarukan dan gas,” kata Fabby kepada Bisnis, dikutip Selasa (12/9/2023).

Terlebih dengan adanya target mencapai karbon netral atau net zero emission (NZE) pada 2050, Fabby melihat memang perlu adanya pengembangan pembangkit listrik EBT secara masif.

“Di sektor listrik, NZE di 2050. Untuk itu, maka di tahun 2030 bauran energi terbarukan harus mencapai 38 persen sampai 42 persen. PLN harus meningkatkan energi terbarukan besar-besaran,” ucapnya.

Namun, dalam menggenjot pengembangan EBT, Fabby melihat sisi finansial PLN bisa menjadi salah satu penghambat dari terealisasikannya rencana ini.

Untuk itu, PLN perlu mempertimbangkan teknologi EBT yang akan dikembangkan dan berinvestasi pada teknologi EBT yang sudah terbukti agar tak membebani finansial perseroan.

Fabby mencontohkan, pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) saat ini masih tergolong sangat mahal, termasuk pengembangan small modular reactor (SMR) yang sampai hari ini belum terbukti secara komersial. 

“Intinya, jangan sampai PLN mengeluarkan biaya untuk teknologi yang tidak proven,” ucap Fabby.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, saat ini Perseroan tengah membahas revisi RUPTL 2021-2030 bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Dalam rancangan revisi RUPTL tersebut, PLN merencanakan porsi penambahan pembangkit listrik EBT mencapai 75 persen dari total rencana penambahan pembangkit hingga 2040.

“Penambahan EBT dalam RUPTL yang baru yang sedang kita rancang adalah 60 GW penambahan pembangkit di Indonesia sampai 2040. Artinya, itu 75 persen penambahan pembangkit akan berbasis pada EBT,” kata Darmawan dalam acara Nusantara Power Connect 2023 di JCC Senayan, Senin (11/9/2023).

Sisanya, kata Darmawan, penambahan pembangkit direncanakan berasal dari pembangkit listrik berbasis gas. Hal ini lantaran pengungarang emisi pada gas 60 persen lebih rendah dibanding dengan pembangkit listrik berbasis pada batu bara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper