Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minyak Kelapa Sawit, Wujudkan Bahan Bakar Pesawat Udara Ramah Lingkungan

Sinar Mas kian fokus mengembangkan bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar pesawat udara yang ramah lingkungan.
Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja (kanan) saat memberikan pemaparan di acara kegiatan Indonesia Sustainability Forum, Kamis (7/9/2023) di Jakarta.
Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja (kanan) saat memberikan pemaparan di acara kegiatan Indonesia Sustainability Forum, Kamis (7/9/2023) di Jakarta.

Bisnis.com, JAKARTA — Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja optimistis dengan pengembangan lebih jauh bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar pesawat udara yang ramah lingkungan (sustainable aviation fuel).

"Kami di Sinar Mas selalu berfokus pada pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan bahan bakar penerbangan yang ramah lingkungan ini, kita berharap langit kita bisa menjadi biru kembali," ujarnya dalam diskusi bertemakan Fuels of the Future for Low Carbon Industri Solution yang digelar oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Dalam paparannya, Franky menjelaskan bahwa komoditas kelapa sawit, adalah salah satu sumber daya alam terbesar Indonesia. Komoditas ini mampu menyediakan mata pencaharian bagi lebih dari 17 juta orang, yang sebagian besar berada di pelosok pedesaan.

Selain itu, minyak kelapa sawit juga menjadi kontributor utama ekspor Indonesia yang pada 2022 tercatat bernilai sekitar US$40 miliar. Capaian tersebut berasal dari karakteristik minyak kelapa sawit sebagai minyak nabati paling produktif yang mampu menghasilkan lima hingga 10 kali lebih banyak per hektare perkebunan, dibandingkan dengan minyak nabati lain yang ada.

Franky menambahkan, hanya dengan luasan 8% dari total lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak nabati, setidaknya dapat memasok 40% dari kebutuhan minyak nabati dunia saat ini.

Artinya, kelapa sawit berperan sebagai potensi biosolusi yang dimiliki Indonesia yang juga dapat menjadi jawaban bagi kebutuhan dunia akan bahan bakar nabati rendah karbon berkelanjutan.

Minyak Kelapa Sawit, Wujudkan Bahan Bakar Pesawat Udara Ramah Lingkungan

Indonesia, lanjut Franky, telah mendekarbonisasi ekonominya melalui program B35, yang merupakan kebijakan pencampuran bahan bakar nabati terbesar di dunia dengan target penyaluran hingga 13,15 juta kiloliter biodiesel di tahun ini. Potensi peningkatan lebih jauh dengan memanfaatkan teknologi seperti dalam produk hydrotreated vegetable oil yang lebih efisien.

Pemaparan Franky selaras dengan apa yang tengah berlangsung di lingkup industri penerbangan. Karena pada kesempatan yang sama, President Airbus Asia-Pacific, Anand Stanley mengatakan bahwa Airbus sebagai perusahaan penerbangan ramah lingkungan telah berkomitmen mengurangi konsumsi bahan bakar sebesar 80% selama 50 tahun terakhir.

"Kami juga berkomitmen menekan jejak karbon tak hanya dari hasil pembakaran bahan bakar di udara namun juga termasuk seluruh siklus bahan bakar itu mulai dari produksinya," tuturnya.

Dia mengatakan, tantangan yang dihadapi Airbus dan juga perusahaan penerbangan lain saat ini dalam mewujudkan penerbangan ramah lingkungan adalah suplai bahan bakar penerbangan ramah lingkungan yang masih sangat minim.

"Pada 2030, kami berharap seluruh penerbangan dapat 100% menggunakan bahan bakar ramah lingkungan," tegasnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Airbus berharap dapat bekerja sama dengan banyak stakeholder, khususnya di Asia-Pacific untuk terus berinovasi mengembangan bahan bakar penerbangan ramah lingkungan dan mengatur agar kapasitas produksi dapat memenuhi kebutuhan.

Sebelumnya di forum yang sama, CEO Pertamina Nicke Widyawati juga mengatakan bahwa untuk mencapai pemenuhan bahan bakar rendah karbon membutuhkan pendekatan holistik yang meliputi pemerintah, pihak swasta, investor serta masyarakat.

“Kita tidak boleh menyerah meskipun ada harga yang tinggi untuk menciptakan bahan bakar rendah karbon. Dengan pengembangan teknologi, ekosistem, regulasi serta kesiapan masyarakatnya, kita setidaknya bisa mengurangi tantangan ini dalam 10 tahun mendatang,’’ ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper