Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri Teten Tolak TikTok Bisnis Medsos & E-Commerce Bersamaan

Menkop UKM Teten Masduki menegaskan bahwa TikTok Shop boleh saja beroperasi, tapi tidak disatukan dengan media sosial.
Logo aplikasi media sosial TikTok yang dikelola oleh ByteDance./Bloomberg-Brent Lewin
Logo aplikasi media sosial TikTok yang dikelola oleh ByteDance./Bloomberg-Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menolak platform TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, media sosial asal China itu memiliki fitur TikTok Shop yang kini tengah melejit digunakan masyarakat.

Menurut Teten, negara lain seperti Amerika Serikat dan India pun berani melakukan penolakan serupa atas TikTok lebih dahulu.

"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan, sementara di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan," ujar Teten dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR-RI, dikutip dari YouTube Komisi VI, Rabu (6/9/2023). 

Dia menegaskan bahwa TikTok Shop boleh saja beroperasi, tapi tidak disatukan dengan media sosial. Musababnya, Teten menjelaskan, dari riset dan survei menunjukkan bahwa orang berbelanja online selama ini dinavigasi preferensinya berdasarkan aktivitas di media sosial.

"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," ucap Teten.

Selain itu, Teten menegaskan agar perlu adanya pengaturan ihwal impor langsung (cross border) di e-commerce. Dia ingin agar ritel dari luar negeri tidak lagi menjual produknya langsung ke konsumen, tapi harus mengekspor barangnya dahulu melalui mekanisme pada umumnya.

"Setelah itu baru boleh menjual barangnya di pasar digital Indonesia. Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan lain sebagainya," ungkap Teten.

Platform pasar digital e-commerce maupun social commerce dilarang menjual produknya sendiri atau produk yang berasal dari afiliasinya. Dengan begitu, kata Teten, pemilik platform digital tidak dapat mempermainkan algoritma yang dimilikinya sehingga tercipta praktik bisnis yang adil.

Lebih lanjut, Teten mendorong pemerintah untuk segera melarang impor produk yang bisa diproduksi dari dalam negeri. Barang-barang harga di bawah US$100 dilarang diimpor langsung di e-commerce. 

"Pemerintah juga perlu melarang barang yang belum diproduksi di dalam negeri meski harganya berada di bawah US$100 dolar. Tujuannya adalah agar barang-barang tersebut bisa diproduksi oleh UMKM Tanah Air," imbuh Teten.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas tak menampik bahwa kekuatan social commerce TikTok Shop sangat besar, bahkan melebihi dari e-commerce pada umumnya. 

"TikTok itu benar ya socio commerce, keuangan, perdagangan, sosial media waduh jadi satu, itu kalau enggak diatur collapse [UMKM dan e-commerce] betul," ujar Zulhas dalam rapat kerja bersama dengan Komisi VI DPR-RI di gedung parlemen, Senin (4/9/2023).

Oleh karena itu, dia menegaskan social commerce bakal diatur lebih detail dalam perubahan Permendag No.50/2020 tentang Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Adapun saat ini perubahan beleid itu tengah dalam harmonisasi antar Kementerian dan Lembaga sejak 1 Agustus 2023.

"Karena TikTok ini luar biasa, dia [TikTok] mau investasi tahun depan rencananya US$10 miliar karena pangsa kita kan besar. Maka tidak ada pilihan kita harus tata," ungkapnya.

Zulhas mengatakan sejumlah aturan bakal diberlakukan pada social commerce, termasuk TikTok Shop. Dia menyebut, nantinya social commerce harus memiliki izin tersendiri untuk melakukan aktivitas perdagangan. Selain itu, e-commerce maupun social commerce tidak diperbolehkan menjadi produsen atau wholesaler.

"Saya usulkan social media tidak bisa otomatis jadi e-commerce, kalau jadi e-commerce dia harus izin lagi kalau dia mau dagang, harus dipisah," tutur Zulhas.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper