Bisnis.com, BADUNG - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki merespons soal pernyataan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut barang murah yang dijual di social commerce belum pasti termasuk praktik predatory pricing.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Teten menduga adanya praktik predatory pricing yang dilakukan di TikTok Shop. Dugaan itu muncul seiring adanya barang-barang impor dijual di TikTok Shop dengan harga yang sangat murah di bawah harga pokok produksi produk lokal.
"KPPU mestinya proaktif [menyelidiki], masa harus nunggu laporan [predatory pricing]," ujar Teten saat ditemui di kawasan Nusa Dua, Kamis (23/8/2023).
Menurut Teten, sejumlah produk yang dijual murah di TikTok Shop memiliki harga yang tidak masuk akal. Bahkan, dia menilai apabila produk impor tersebut ditambah biaya logistik pun seharusnya tidak semurah itu.
"Kok bisa, celana dijual Rp2.000. Padahal UMR Indonesia lebih murah dibanding China. Biaya poduksi itu kan bisa dihitung, menurut saya [KPPU] kreatif dikit lah," kata Teten.
Dia membeberkan bahwa hampir semua negara anggota Asean mengeluhkan hal yang sama dengan Indonesia. Mereka mengalami serbuan produk impor asal China dengan harga yang terlalu murah hingga memukul produk-produk lokal mereka di lokapasar.
Baca Juga
"Karena itu, mereka [negara anggota Asean] juga concern untuk memperkuat digital ekonomi masing-masing," ungkap Teten.
Berdasarkan catatan Bisnis, Rabu (16/8/2023), KPPU mengaku belum menerima laporan maupun bukti-bukti terkait dengan dugaan praktik predatory pricing di TikTok Shop.
Komisioner KPPU, Guntur Syahputta Saragih mengatakan perlu ada indikasi tertentu yang menjadi syarat sebuah tindakan disebut sebagai predatory pricing.
Menurutnya, apa yang dituduhkan kepada TikTok Shop terkait barang murah yang dijual di platform mereka ternyata belum menunjukkan indikasi adanya praktik predatory pricing.
"Jual murah tidak serta-merta dianggap predatory pricing," kata Guntur.