Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan belum menerima laporan maupun barang bukti dugaan praktik predatory pricing di TikTok Shop.
Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih mengakui bahwa predatory pricing menjadi salah satu tindakan yang dilarang dalam persaingan usaha. Kendati demikian, perlu ada indikasi tertentu yang menjadi syarat sebuah tindakan disebut sebagai predatory pricing.
Menurutnya, apa yang dituduhkan sebelumnya terkait dengan barang murah di TikTok Shop belum terindikasi adanya predatory pricing.
"Jual murah tidak serta merta dianggap predatory," kata Guntur saat dihubungi, Rabu (16/8/2023).
Oleh karena itu, Guntur menegaskan KPPU memerlukan alat bukti yang kuat untuk melakukan penyidikan maupun penegakan hukum persaingan usaha.
Predatory pricing merupakan tindakan suatu perusahaan yang menetapkan harga di bawah biaya produksi yang pada umumnya bertujuan menyingkirkan pesaing. Biasanya praktik tersebut menyebabkan kinerja bisnis pesaing lain yang serupa langsung lesu.
Baca Juga
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (14/8/2023), Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki mengaku masih menemukan dugaan praktik predatory pricing di platform TikTok Shop. Meskipun dia belum bisa memastikan apakah produk impor yang dijual terlalu murah tersebut dikirim secara cross border atau bukan.
Dia mencontohkan, untuk sebuah produk parfum dijual di TikTok Shop seharga Rp100 per produk dan celana pendek Rp2.000 per produk. Menurutnya, harga jual tersebut tidak masuk akal karena jauh di bawah dari harga pokok produksi (HPP) produk lokal.
Oleh karena itu, Teten berencana akan memanggil kembali pihak TikTok Indonesia untuk memberikan penjelasan terkait dengan dugaan predatory pricing tersebut.
"Jadi belum ada perubahan dari TikTok," ujar Teten.
Di sisi lain, TikTok Indonesia pada Rabu (26/7/2023) membantah membuka bisnis lintas batas (cross border) di Indonesia. Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengatakan korporasi telah berkomitmen mendukung UMKM di Indonesia.
"Kami tidak berniat untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau menjadi wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual Indonesia," tutur Anggini.