Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan penerapan work from home (WFH) kepada karyawan sektor swasta bersifat tidak wajib.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mulai menerapkan wajib WFH 50 persen bagi aparatur sipil negara (ASN) sebagai upaya mengurangi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menyebut, penerapan WFH di sektor swasta hanya berupa imbauan dan diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan. Artinya, tidak bersifat wajib seperti yang diberlakukan kepada ASN.
Adapun, Shinta menjelaskan bahwa mayoritas industri di Jabodebek bersifat padat karya. Penerapan WFH tentunya bertolak belakangan dengan produktivitas usaha.
"Agar [industri] dapat terus beroperasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen, maka Apindo tidak mewajibkan penerapan aturan WFH sebagaimana diberlakukan kepada ASN," ujar Shinta dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (29/8/2023).
Perusahaan dapat mempertimbangkan penerapan WFH berdasarkan sektor yang memungkinkan WFH seperti halnya adaptasi yang telah dilakukan saat pandemi Covi-19. Adapun, sektor yang tidak dapat menerapkan WFH, yakni sektor pelayanan kesehatan, jasa, retail, industri, dan manufaktur.
Baca Juga
Sementara itu, perusahaan swasta yang dapat menerapkan sistem WFH adalah industri berbasis software dan jasa konsultan.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh sekaligus Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal merespons soal aturan WFH yang diterapkan sebagian ASN dan pegawai kantoran di Jakarta. Dia tidak sepakat kebijakan WFH hanya berlaku untuk ASN dan pekerja kantoran, tetapi seharusnya juga diterapkan kepada buruh di pabrik.
Iqbal menyebut, dampak kesehatan dari polusi udara yang memburuk bukan hanya berisiko terhadap karyawan kantor, tetapi juga para buruh di pabrik. Oleh karena itu, sejumlah tuntutan yang dilayangkan Partai Buruh kepada pemerintah untuk memperhatikan hak sehat para buruh.
Adapun, sejumlah tuntutan hak buruh menyusul aturan WFH para PNS dan karyawan kantoran, yakni penyesuaian waktu kerja para buruh pabrik, pengadaan pengecekan kesehatan (medical check up) buruh secara berkala, hingga penyediaan masker oleh perusahaan.
Musababnya, Iqbal menilai bahwa buruh pabrik menjadi pihak yang paling rentan terhadap polusi udara. Alih-alih karyawan kantoran yang bermobil.
"Emang dipikir buruh pabrik itu bukan manusia? Jadi kebijakan macam apa kayak gini, ada ketidakadilan dan diskriminasi. Kami enggak setuju kalau WFH hanya berlaku bagi karyawan kantoran," ujar Said dalam konferensi pers secara virtual, Senin (21/8/2023).