Bisnis.com, JAKARTA – Rencana perluasan anggota BRICS yang dibahas dalam KTT yang diselenggarakan pekan ini telah menarik perhatian banyak calon anggota, mulai dari Iran hingga Argentina.
Mereka memiliki satu kesamaan tujuan, keinginan untuk menyamakan kedudukan di kancah global yang dianggap banyak orang sebagai sesuatu yang merugikan mereka.
Di tengah ketidakpuasan yang meluas terhadap tatanan global yang ada, janji negara-negara BRICS, yang saat ini terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, untuk menjadikan kelompok ini sebagai pemimpin utama Global South, telah menemukan resonansi, meskipun belum ada hasil konkret.
Menurut pejabat dari Afrika Selatan yang menjadi tuan rumah KTT BRICS pada 22-24 Agustus 2023, lebih dari 40 negara telah menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dengan blok perdagangan ini. Dari jumlah tersebut, lebih dari setengahnya telah mengajukan permohonan resmi.
Mantan Menteri Perdagangan afrika Selatan Rob Davies mengatakan kebutuhan obyektif dari kelompok seperti BRICS saat ini sangat besar.
"Badan-badan multilateral bukanlah tempat di mana kita dapat pergi dan mendapatkan hasil yang adil dan inklusif," ungkapnya seperti dilansir Reuters, Selasa (22/8/2023).
Baca Juga
Namun, para pengamat menunjukkan rekam jejak yang mengecewakan yang menurut mereka bukan pertanda baik bagi prospek BRICS untuk memenuhi harapan tinggi para calon anggota.
Meskipun merupakan rumah bagi sekitar 40 persen populasi dunia dan seperempat PDB global, ambisi blok ini untuk menjadi pemain politik dan ekonomi global telah lama digagalkan oleh perpecahan internal dan kurangnya visi yang koheren.
Pertumbuhan ekonomi salah satu anggotanya, China, yang dulu berkembang pesat kini sedang melambat. Sementara itu, Rusia menghadapi isolasi karena perang Ukraina
"Mereka mungkin memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi mengenai apa yang akan dihasilkan oleh keanggotaan BRICS dalam prakteknya," kata Steven Gruzd dari South African Institute of International Affairs.
Meskipun BRICS belum mengumumkan daftar lengkap kandidat-kandidat anggota tambahan, sejumlah pemerintah telah secara terbuka menyatakan ketertarikan mereka.
Iran dan Venezuela, yang dihukum dan dikucilkan oleh sanksi-sanksi, sedang berusaha untuk mengurangi isolasi mereka dan berharap blok ini dapat memberikan bantuan kepada ekonomi mereka.
"Kerangka kerja integrasi lain yang ada di tingkat global dibutakan oleh visi hegemonik yang didorong oleh pemerintah AS," kata mantan menteri keuangan dan gubernur bank sentral Venezuela Ramón Lobo.
Analis berpendapat, negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melihat BRICS sebagai kendaraan untuk mendapatkan peran yang lebih besar di badan-badan global
Kandidat-kandidat dari Afrika, Ethiopia dan Nigeria, tertarik dengan komitmen blok ini untuk melakukan reformasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan memberikan suara yang lebih kuat bagi benua ini. Negara-negara lain menginginkan perubahan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Dunia.
"Argentina secara terus-menerus menyerukan konfigurasi ulang arsitektur keuangan internasional," kata seorang pejabat pemerintah Argentina yang terlibat dalam negosiasi-negosiasi untuk bergabung dengan BRICS.
Minim Tindakan
Saat BRICS berusaha untuk menjadi penyeimbang bagi Barat, di tengah-tengah ketegangan China dengan AS dan dampak dari perang Rusia-Ukraina, upaya memperluas keanggotaan dapat memberikan pengaruh yang lebih besar bagi BRICS dan pesan reformasi globalnya.
Namun, menjelang KTT ini, kekurangan-kekurangan kelompok ini menjadi sorotan.
Para pemimpin BRICS di KTT diperkirakan akan mendiskusikan sebuah kerangka kerja untuk menerima anggota baru. China dan Rusia mendukung adanya ekspansi anggota, sedangkan Brasil mengingatkan agar proses perluasan ini tidak terburu-buru.
Sementara itu, manfaat nyata dari bergabungnya negara-negara lain ke dalam BRICS semakin berkurang.
Pencapaian paling konkret dari blok ini, Bank Pembangunan Baru atau "bank BRICS", yang telah mencatat perlambatan laju penyaluran pinjaman, semakin terhambat oleh sanksi-sanksi terhadap Rusia.
Adapun negara-negara kecil yang mengharapkan dorongan ekonomi dari keanggotaan BRICS dapat melihat pengalaman Afrika Selatan.
Analisis Industrial Development Corporation Afrika Selatan mencatat, perdagangan antar anggota BRICS memang telah meningkat sejak bergabung. Namun, pertumbuhan tersebut sebagian besar disebabkan oleh impor dari China, dan blok ini hanya menyumbang seperlima dari total perdagangan dua arah Afrika Selatan.
Brasil dan Rusia hanya menyerap 0,6 persen dari ekspornya dan pada tahun lalu, defisit perdagangan Afrika Selatan dengan mitra-mitra BRICS juga telah membengkak empat kali lipat sejak tahun 2010 menjadi US$14,9 miliar.
”Hasil-hasil seperti itu seharusnya membuat negara-negara kandidat berpikir ulang. Pencapaian konkret untuk BRICS sulit dilihat. Banyak sekali pembicaraan namun minim tindakan,” kata Gruzd.