Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pengembang properti China diketahui berhutang lebih biaya komisi senilai lebih dari dari 1 miliar yuan atau sekitar lebih dari Rp2 triliun kepada agen properti Centaline di China.
Mengutip Bloomberg, Senin (21/8/2023), anak perusahaan Centaline di kota Shenzhen, tidak dapat membayar komisi kepada para karyawannya karena pembayaran yang sudah jatuh tempo, seperti dilaporkan South China Morning Post (SCMP), mengutip dokumen perusahaan yang bocor dan beredar secara online.
Centaline kemudian mengambil tindakan hukum kepada para pengembang properti, termasuk kepada China Evergrande Group, Kaisa Group Holdings Ltd. dan Shimao Group Holdings Ltd.
Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kembali 535 juta yuan yang diduga merupakan hak mereka. Hal ini mengutip dari laporan SCMP, dari dokumen yang ditandatangani oleh Chief Executive perusahaan Alex Shih pada 11 Agustus 2023.
Lewat pernyataannya, Centaline mengkonfirmasikan jumlah tersebut. Perusahaan mengatakan bahwa pengadilan China telah memerintahkan lebih dari 400 juta yuan dibayar kepada Centaline.
Sementara itu, sebanyak 135 juta yuan juga sedang menunggu putusan. Mereka telah membentuk sebuah tim untuk memulihkan uang tersebut.
Baca Juga
Centaline mengatakan bahwa mereka telah membayar gaji karyawan mereka tepat waktu. Namun, perusahaan tidak dapat membayar komisi, karena komisi hanya dibayarkan telah menerima uang dari pengembang.
Nasib Properti China
Berdasarkan catatan Bisnis, Goldman Sachs Group Inc memangkas target pada saham-saham China, menyusul kekhawatiran pada krisis properti China yang dapat berdampak pada perlambatan ekonomi Negeri Panda tersebut.
Evergrande Group mengajukan perlindungan kebangkrutan bab 15 pada Jumat (17/8) di New York untuk melindunginya dari para kreditor AS, saat mengupayakan kesepakatan restrukturisasi di negara lain.
Tak hanya itu, Country Garden, pengembang properti swasta terbesar China juga terancam mengalami gagal bayar. Sebagai catatan, Country Garden selama ini dikenal sebagai pengembang yang sehat secara finansial.
Moody’s Investors Service juga mengungkapkan gagal bayar pengembang properti, membuat rasio kredit macet bank-bank China menjadi 4,4 persen pada akhir 2022, dari tahun 2020 yang sebesar 1,9 persen.
Pemerintah China sendiri juga memperkenalkan respons kebijakan yang lebih tegas, untuk mengatasi dampak krisis sektor properti terhadap perekonomian.