Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Kaji Pendanaan Pensiun Dini PLTU Lewat Perdagangan Karbon

Potensi pembiayaan lewat perdagangan karbon dapat menjadi pendanaan alternatif untuk mendukung kelayakan investasi pensiun dini PLTU.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton, Jawa Timur. /paitonenergy.com
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton, Jawa Timur. /paitonenergy.com

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) masih mengkaji metodologi yang tepat untuk menarik pembiayaan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dari potensi perdagangan kredit karbon. 

Staf Khusus Menko Marves Edo Mahendra mengatakan, potensi pembiayaan lewat perdagangan karbon itu dapat menjadi pendanaan alternatif untuk mendukung kelayakan investasi pensiun dini PLTU saat ini. 

“Kalau carbon credit untuk pensiun dini PLTU, apakah exercise tentu, tapi pemerintah Indonesia masih menunggu metodologinya diterima semua orang,” kata Edo saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (9/8/2023). 

Edo menuturkan, pemerintah masih menunggu adanya metodologi yang baku untuk mendukung program pembiayaan pensiun dini PLTU itu lewat mekanisme perdagangan kredit karbon tersebut. 

“Itu bisa dijual melalui government to government atau voluntary kita lihat, yang penting metodologi dulu itu nomor satu dulu," kata dia. 

Lewat rencana kerja yang disampaikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, perusahaan setrum pelat merah itu mengajukan sekitar 5 GW kapasitas terpasang PLTU untuk dipensiunkan dini dari bantuan pendanaan murah dunia internasional sebelum 2030.

Hanya saja, pemerintah mengidentifikasi beberapa negara dan lembaga keuangan yang tergabung di dalam JETP masih ragu untuk menyalurkan kompensasi lantaran pembiayaan yang berisiko pada portofolio batu bara, kendati pembiayaan itu untuk mempercepat usia operasi kontrak pembangkit fosil tersebut.  

Berdasar pada kapasitas yang disodorkan PLN, pemerintah membuat ilustrasi setiap tahunnya energi listrik dari PLTU yang dihasilkan mencapai 6,132 GWh dengan intensitas emisi 1.000 ton per GWh. Dengan asumsi percepatan masa operasi 10 tahun, terdapat penghindaran emisi atau avoided emissions sebesar 61,3 juta ton C02. 

Hitung-hitungan penghindaran emisi itu yang diharapkan dapat diperdagangkan sebagai kredit karbon di pasar primer antarbadan usaha dan pasar sekunder lewat mekanisme penawaran dan permintaan di bursa.  

“Hingga saat ini belum ada metodologi yang mengatur bagaimana klaim itu bisa dilakukan, bagaimana avoidance bisa dihitung sebagai karbon kredit, saat ini sedang disiapkan sekitar bulan November untuk public consultation,” kata Wakil Ketua Sekretariat JETP Paul Butarbutar saat acara Signing Ceremony UK PACT Carbon Pricing di Jakarta, Senin (24/7/2023). 

Opsi pendanaan lewat kredit karbon itu lebih dahulu diadopsi perusahaan utilitas listrik multinasional Prancis, Engie. Pemerintah berharap pengalaman yang telah diambil Engie itu dapat ditiru untuk mempercepat program pensiun dini PLTU yang saat ini terhalang skema pembiayaan.  

Sebelumnya, PLN menetapkan syarat yang tegas untuk program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dalam rencana investasi komprehensif atau Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) Just Energy Transition Partnership. 

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, perseroannya meminta JETP untuk menjamin adanya hibah atau grant untuk setiap PLTU yang dipensiunkan dini. Darmawan beralasan program pensiun dini itu tidak hanya bermanfaat bagi Indonesia tetapi juga dunia.  

Dengan demikian, kata Darmawan, keputusan untuk mempercepat penghentian operasi pembangkit fosil nasional itu mesti dinilai dengan sepadan lewat kompensasi JETP tersebut.  

“Kami sampaikan apa adanya, silakan saja kalau mau ada early retirement of coal, tapi aset ini tolong dihitung dan tolong diganti dengan cash di JETP,” kata Darmawan saat rapat dengar pendapat (RDP) Panja Transisi Energi dengan Komisi VI, Rabu (12/7/2023). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper