Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha lokapasar atau e-commerce siap mengikuti seluruh ketentuan tentang perdagangan online yang sedang direvisi oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Aturan yang dimaksud adalah Permendag No.50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam PMSE yang sedang diharmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (idEA) Bima Laga mengatakan asosiasi telah menyampaikan beberapa masukan kepada pemerintah, termasuk menyoal potensi dan risiko bisnis atas penerapan revisi aturan itu nantinya.
Detail informasi, tidak dapat disebarluaskan karena bersifat rahasia.
“Secara garis besar yang kami sampaikan kepada Kemendag terkait potensi dan risiko bisnis atas penerapan revisi aturan itu,” kata Bima kepada Bisnis, dikutip Senin (7/8/2023).
Dia menjelaskan jumlah transaksi penjualan barang impor di lokapasar dalam negeri hanya 2 persen dari total keseluruhan yang dijual melalui salah dua platform, yakni Shopee dan Lazada.
Baca Juga
Asosiasi, sambungnya, melakukan penelaahan terhadap pintu masuk barang-barang impor yang dijual di lokapasar dan memberlakukan sanksi mulai dari takedown hingga larangan berjualan bagi toko yang melanggar.
Kendati demikian, dia mengakui cukup sulit untuk benar-benar ‘membersihkan lapak nasional dari produk impor dengan harga di bawah US$100 yang nanti akan dilarang oleh pemerintah.
“Namun dengan jumlah resource yang tidak sedikit, pasti ada juga yang lolos,” jelasnya.
Tahun ini, Bima optimistis transaksi e-commerce di Tanah Air masih akan berada di kisaran tahun lalu meskipun dia mengaku adanya perlambatan setelah pemerintah tidak lagi menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Menurut data Kemendag, nilai transaksi e-commerce pada 2022 mencapai Rp476,3 triliun, naik 18,7 persen yoy dengan volume 3,48 juta transaksi.