Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi Permendag No. 50/2020 Dianggap Hapuskan Praktik Predatory Pricing

Kemendag akan merevisi Permendag No. 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik.
Ilustrasi pakaian impor/Istimewa
Ilustrasi pakaian impor/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perdagangan menyampaikan rencana revisi lebih lanjut  Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PSME).

Rencana revisi Permendag 50/2020 ini pun dinilai semakin menjadi prioritas utama dan dapat disahkan secepatnya.Revisi ini juga diharapkan dapat mendukung persaingan yang adil dan sejajar dalam ekosistem digital tanah air melalui aturan terkait praktik cross border yang saat ini dinilai belum diregulasi dengan baik hingga berpotensi menekan daya saing produk dalam negeri.

Studi oleh World Economic Forum (WEF) pada 2021 lalu menemukan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan US$ 6,9 miliar untuk membeli 1,02 miliar hijab setiap tahunnya. Sayangnya, hanya 25 persen yang diproduksi oleh pengusaha lokal, mayoritas  masih dikuasai oleh produk impor.

Mengutip studi ini, porsi produk lokal yang berada di salah satu pasar terbesar di Indonesia, Tanah Abang, menurun sejak awal tahun 2000, dari 80 persen menjadi 50 persen pada 2021. 

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki, menjelaskan revisi Permendag 50/2020 dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce, UMKM, dan juga konsumen. "Kita juga bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor playing field yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," tutur Teten.

Dalam revisi Permendag No. 50 ada beberapa hal yang akan diatur. Diantaranya, mengenai predatory pricing yang diduga banyak dilakukan oleh platform e-commerce asal luar negeri yang juga melakukan praktik cross border.

 "Predatory pricing itu bisa membunuh produk dalam negeri dan UMKM. Dan itu sudah tidak masuk akal. Di mana ada kekuatan ekonomi besar yang bakar uang yang bisa membunuh UMKM,” ungkap Teten dikutip pada Kamis (16/2/2023).

Disampaikan oleh Plt. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Kasan revisi, Permendag 50/2020 saat ini masih dalam proses finalisasi dan telah diajukan untuk ke tahap berikutnya setelah public hearing dua minggu lalu. “Dalam pembahasan Permendag tersebut kita terus mencari formula terbaik agar UMKM dalam negeri bisa mendapatkan yang terbaik. Nanti kami lihat dalam proses pembahasannya,” ungkapnya di Jakarta, Jumat (10/2/2023).

Kasan menambahkan, "Penyempurnaan kebijakan tersebut diharapkan dapat menciptakan keadilan perlakuan antara pelaku usaha dalam negeri dengan luar negeri serta pelaku usaha formal dengan informal.”

Dalam revisi Permendag 50/2020, rencananya pembatasan harga barang minimum produk cross border juga akan diterapkan. Aturan ini akan diberlakukan terhadap produk-produk cross border untuk memantau arus barang dan mencegah praktik dumping atau praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir atau penjual luar negeri.

Terkait hal ini, Ahli Hukum Internasional, Prof Hikmahanto Juwana mengatakan penetapan harga minimal barang impor senilai USD 100 oleh pemerintah dalam revisi Permendag 50/2020 dinilai tidak melanggar peraturan WTO. Hal ini diperbolehkan untuk mencegah peningkatan barang impor yang dapat merugikan pedagang lokal dan tercantum dalam perjanjian WTO/GATT on Quantitative Restriction.

 “Sebenarnya ini belum mendapat pengaturan karena pada saat ketentuan WTO belum diatur peer to peer transactions. Pemerintah dalam hal ini Kemendag bisa membuat pengaturan, Hanya saja mungkin akan ada resistensi dari konsumen Indonesia mengingat ada beban tambahan atas harga barang yang mereka beli,” pungkas Prof Hikmahanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper