Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih mempertimbangkan keberadaan ‘positive list’ barang-barang impor langsung di platform lokapasar cross-border dalam revisi Permendag 50/2020 terkait perdagangan melalui sistem elektronik.
Sebelumnya, Kemendag berencana melarang barang impor langsung yang harganya di bawah US$100 atau sekitar Rp1,5 juta, seiring maraknya keluhan atas banjir barang impor murah-meriah di platform dagang-el (e-commerce) maupun sosial media (social commerce).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan, saat ini pihaknya masih melakukan penelitian terhadap jenis barang impor apa saja yang bisa masuk positive list, di mana secara umum berkaitan dengan barang atau bahan yang belum bisa diproduksi oleh UMKM lokal.
“Ada positive list soal barang-barang yang boleh impor apa saja, selain itu tidak boleh. Misalnya, baju tidak mungkin [masuk positive list]. Jadi kalau dalam negeri bisa produksi, tidak boleh [impor langsung]. Kami akan ketat,” ujarnya dalam wawancara langsung dengan Bisnis di kantor Kemendag, dikutip Senin (7/8/2023).
Zulhas menekankan bahwa ke depannya, setiap barang impor di platform e-commerce dan social commerce dengan harga di bawah US$100 hanya bisa dijual oleh pelapak dalam negeri yang berstatus importir resmi.
“Misalnya, beli baju bayi satu biji, ngapain impor. Kasihan produsen UMKM di sini. Kalau ritel mau jual, belinya dari dalam negeri saja, jangan impor semua,” tambahnya.
Baca Juga
Adapun, revisi Permendag No. 50/2020 juga menekankan agar setiap platform lokapasar mengutamakan perdagangan barang hasil produksi dalam negeri, melakukan pengawasan lebih ketat terhadap legalitas dan pemenuhan standar para pelapak luar negeri, serta tidak berperan sebagai produsen.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari menjelaskan bahwa revisi regulasi Permendag No. 50/2020 semakin relevan untuk melindungi beberapa UMKM lokal yang telah dirugikan oleh praktik predatory pricing pada segelintir platform lokapasar.
Beberapa segmen UMKM dimaksud, antara lain di bidang fesyen, kriya, makanan-minuman, dan kosmetik.
Fiki mencontohkan, salah satu buktinya berasal dari temuan Institute For Development of Economics and Finance (Indef) mengenai moncernya penjualan produk kecantikan impor langsung dari China, bernama Skintific dan Originote, di mana keduanya disebut telah menyalip penjualan jenama kosmetik lokal, berkat promosi masif dari sebuah platform lokapasar sepanjang awal 2023.
“Terutama kosmetik dan produk fesyen, UMKM di sini sedang berkembang pesat. Jangan sampai mereka justru kesulitan berkembang karena fenomena banting harga dari produk impor,” ujar Fiki kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Berikutnya, Fiki menyebut, UMKM lokal yang sedang dalam fase pengembangan produk pun akan dirugikan apabila pemerintah tidak melakukan apa-apa. Misalnya, para pembuat aksesoris gawai.
“Mereka mampu buat, tapi kapasitas produksinya masih rendah, jatuhnya kasih harga lebih mahal. Ini tentu kalah dengan barang impor yang kalau langsung dikirim dari negara asalnya, harganya pun masih terbilang murah,” jelasnya.
Alhasil, upaya-upaya ini harapannya mampu mendorong produk UMKM semakin mudah masuk ke lokapasar sehingga dengan kesempatan yang lebih luas, mereka bisa berkembang dan membuat harga produknya lebih kompetitif di masa depan.
Senada, Wakil Ketua Umum II Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kewirausahaan Aldi Haryopratomo menjelaskan bahwa akar masalah yang dikeluhkan UMKM sebenarnya bukan soal keberadaan barang impor, melainkan temuan adanya endorsement alias dukungan khusus dari suatu platform lokapasar terhadap produk impor tertentu.
Aldi mengungkap keluhan tersebut banyak diterimanya dari UMKM dan founder jenama lokal di sektor kecantikan, perawatan tubuh, kosmetik, serta fesyen.
"Platform e-commerce dan sosial media memiliki kemampuan melihat mana saja jenis barang yang laku di pasar Indonesia. Nah, masalah terjadi kalau platform terkait memprioritaskan brand impor terafiliasi mereka, punya kerja sama khusus, atau bahkan dimiliki platform itu sendiri," ujarnya kepada Bisnis.