Bisnis.com, JAKARTA - Nilai indeks ketimpangan gender Indonesia pada 2022 dilaporkan turun dibandingkan tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, nilai indeks ketimpangan gender sebesar 0,459 di 2022 atau turun 0,006 poin dibandingkan 2021 sebesar 0,465 poin.
Deputi Bidang Statistik Distribusi Jasa BPS Pudji Ismartini menyampaikan, turunnya nilai indeks ketimpangan gender di Tanah Air dipengaruhi oleh kesetaraan capaian pada dimensi kesehatan reproduksi dan juga pemberdayaan.
“Nilai indeks ketimpangan gender Indonesia 2022 adalah sebesar 0,459 yang turun 0,006 poin dibandingkan 2021 yang sebesar 0,465,” katanya dalam Rilis BPS, Selasa (1/8/2023).
Indeks ketimpangan gender merupakan ukuran ketimpangan gender yang menunjukkan capaian pembangunan manusia yang kurang optimal lantaran ketimpangan antara perempuan dengan laki-laki dalam dimensi kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan pasar tenaga kerja.
Jika dilihat dari beberapa komponen pembangunnya yaitu capaian dimensi kesehatan reproduksi, proporsi perempuan yang melahirkan anak lahir hidup tidak di fasilitasi kesehatan (MTF) 14,00 persen, kemudian proporsi perempuan yang melahirkan anak lahir hidup pertama berusia di bawah 20 tahun adalah 26,50 persen.
Untuk capaian dimensi pemberdayaan, persentase penduduk laki-laki dengan pendidikan SMA ke atas adalah 42,06 persen, sedangkan perempuan 36,95 persen. Kemudian di legislatif, persentase laki-laki adalah 78,26 persen dan perempuan 21,74 persen.
Baca Juga
Selanjutnya untuk komponen ketenagakerjaan, BPS mencatat tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki sebesar 83,87 persen dan perempuan 53,41 persen.
Sementara itu, BPS melaporkan ketimpangan gender sejak 2018 hingga 2022 secara konsisten menurun. Selama lima tahun terakhir, indeks ketimpangan gender berkurang sebesar 0,040 poin atau rata-rata turun 0,010 poin per tahun.
“Hal ini mengindikasikan bahwa ketimpangan gender semakin kecil atau kesetaraan semakin membaik,” ujarnya.
Kesetaraan yang kian membaik itu juga terlihat dari perbaikan yang terjadi di antara pasar tenaga kerja. TPAK perempuan sejak 2018 dan persentase perempuan dengan minimal SMA menunjukkan tren peningkatan.
Secara dimensi, lanjut Pudji, ketiga dimensi pembentuk indeks ketimpangan gender secara konsisten mengalami perbaikan. Dimensi kesehatan reproduksi membaik risiko perempuan terkait dengan kesehatan reproduksi menjadi semakin menurun, sementara dimensi pemberdayaan dan pasar tenaga kerja juga semakin setara.
Dimensi pasar tenaga kerja perempuan misalnya terus menunjukkan tren meningkat. Pada 2018, dimensi pasar tenaga kerja perempuan tercatat 51,80 persen, kemudian naik menjadi 51,81 persen di 2019, dan naik lagi menjadi 53,13 persen. Lalu, naik menjadi 53,34 persen di 2021 dan menjadi 53,41 persen di 2022.