Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan pihakknya telah melakukan penyelidikan mengenai mafia International Mobile Equipment Identity (IMEI) sejak beberapa waktu lalu. Penyelidikan berawal dari keluhan seorang turis di Bali.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan sebelumnya ada seorang turis Bali yang membawa smartphone dan mendaftarkan IMEI. Namun, 3 bulan kemudian ponsel tersebut mati sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Nah ternyata dia beli IMEI dari belakang, dikatakan ilegal, nah itu jadi salah satu contoh kasus ya. Kasus itu juga yang memunculkan kami untuk pertama kali mengusut kasus tersebut,” kata Febri, Senin (31/7/2023).
Febri mengatakan dengan tidak mendaftarkan IMEI, maka negara dirugikan karena tidak ada pemasukan pajak untuk ponsel yang digunakan.
Dia mengatakan terdapat dua orang dari Kemenperin yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kemenperin meminta adanya keadilan dalam proses mafia IMEI mengingat terdapat tiga lembaga yang berhak memasukkan nomor IMEI ke CEIR yaitu Kemenkominfo, Kemenkeu (Bea Cukai) dan Kemenperin.
Baca Juga
“Harusnya ketiganya dong, kan bukan hanya di kami. Nah dilihat juga 191.000 IMEI ilegal itu apakah di kami saja? apakah di yang lain juga?” kata Febri.
Sebelumnya, Dirtipidsiber Bareskrim Polri Adi Vivid menemukan pelaku yang menjual ponsel dengan dalih resmi. Namun ternyata saat diberikan adalah bajakan.
Para pelaku diduga langsung memasukkan IMEI untuk 191.000 ponsel ke teknologi yang disebut sebagai CEIR (Centralized Equipment Identity Register).
Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura menilai ponsel dengan IMEI ilegal dan harga murah adalah hal yang menggiurkan di masyarakat.
Sejumlah masyarakat, menurut Tesar, rela membeli ponsel ilegal karena harganya yang relatif murah. Di sisi lain, beberapa masyarakat tidak mengetahui bahwa ponsel yang mereka beli adalah ponsel ilegal karena tertipu dengan harganya yang miring.
Tesar pun menyarankan kepada masyarakat luas agar tidak mudah tergiur dengan ponsel mewah yang menawarkan harga sangat murah, bahkan hingga di bawah 50 persen dari harga normal.
“Kalau harga iPhone sudat terlalu murah, ada indikasi ilegal. Misalnya 50 persen dari harga asli sudah pasti BM,” kata Tesar.