Bisnis.com, JAKARTA - Wang Yi, kembali diberi kepercayaan untuk menjabat pekerjaan lamanya sebagai Menteri Luar Negeri, menggantikan Qin Gang yang menghilang secara misterius selama sebulan dari tugas publik.
Wang yang berusia 69 tahun tersebut memiliki karir sebagai diplomat. Dia memegang jabatan Menteri Luar Negeri selama hampir satu dekade sejak 2013. Bahkan, Wang juga mengganti posisi Qin selama ketidakhadirannya selama sebulan terakhir.
Menurut Katrina Yu dari Al Jazeera, peran ganda Wang membuat para analis percaya bahwa pengangkatannya bisa bersifat sementara sampai menteri luar negeri baru ditunjuk
“Wang berpengalaman, wajah yang familiar dan [seseorang yang dilihat sebagai] kekuatan yang menstabilkan pada saat yang ditandai dengan banyak pergolakan,” jelasnya.
Wang sendiri diketahui fasih dalam berbicara bahasa Jepang. Ia pernah menjabat sebagai duta besar China di Tokyo dan kepala Kantor Urusan Taiwan pembuat kebijakan China.
Dia yang menjabat sebagai kepala Komisi Urusan Luar Negeri Partai Komunis China juga dipandang berperan penting dalam menengahi kesepakatan damai yang mengejutkan, antara Iran dan Arab Saudi pada Maret 2023.
Baca Juga
Wang sendiri disamakan dengan “rubah perak” oleh media pemerintah China. Wang juga dianggap oleh beberapa rekan asingnya gesit dan menawan, serta telah semakin tegas dalam beberapa tahun terakhir.
Dirinya juga dikenal di AS karena kecerdasannya yang tajam dan pembelaan yang terkadang agresif terhadap posisi China. Ia telah menjadi pelengkap dalam hubungan AS-China selama bertahun-tahun.
Tanggapan Pergantian Wang Yi
Analis yang berbasis di Washington mengatakan bahwa kembalinya Wang ke kementerian akan membantu Kementerian Luar Negeri China melanjutkan kembali operasinya secara normal, setelah berminggu-minggu terdapat spekulasi internasional mengenai nasib Qin.
Namun itu tidak mungkin menghasilkan perbaikan besar dalam hubungan AS-China yang mengalami ketegangan dan telah mencapai titik terendah dalam beberapa dekade.
"Tidak satu pun dari ini mengubah alasan struktural gesekan dalam hubungan," ungkap pakar pemimpin komunis China di American University di Washington, Joseph Torigian, seperti dikutip Reuters, Kamis (27/7).