Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasio Utang China Catatkan Rekor di Tengah Perlambatan Pinjaman, Pertanda Apa?

Rasio utang terhadap PDB China meningkat di tengah rendahnya pinjaman. Apakah China juga akan masuki resesi neraca?
Suasana jalanan di kota Beijing China/ Bloomberg
Suasana jalanan di kota Beijing China/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) China meningkat pada kuartal II/2023 serta mencatatkan rekor, meskipun konsumen dan bisnis diketahui melambat. 

Berdasarkan perhitungan Bloomberg yang berdasar dari data bank sentral China (PBOC) dan Biro Statistik Nasional, total utang yang menggabungkan sektor rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, naik menjadi 281,5 persen dari PDB kuartal II/2023, dari kuartal I/2023 yang sebesar 279,7 persen. 

Data kemudian menunjukan bahwa China tidak mengalami “resesi neraca” (balance sheet recession) klasik, yang ditandai dengan penurunan leverage perusahaan dan rumah tangga yang memukul perekonomian. 

Kemudian pada ekonom juga berpendapat bahwa pertumbuhan pinjaman yang lebih lambat akan menekan pertumbuhan PDB. 

Selanjutnya, Lembaga Nasional China untuk Keuangan dan Pembangunan (NIFD), yakni lembaga think tank yang terkait dengan pemerintah, memperkirakan peningkatan total utang atau leverage ratio makro menjadi 283,9 persen pada kuartal II/2023.

Angka tersebut kemudian menunjukan bahwa utang rumah tangga meningkat setengah dari tingkat rata-rata yang terlihat selama dua dekade terakhir. Korporasi juga tidak yakin terhadap prospek pertumbuhan ekonomi di masa depan dan masuk dalam sikap wait-and-see.

Apakah China Memasuki Resesi Neraca?

Angka-angka tersebut akan menambah perdebatan tentang apakah China sedang memasuki "resesi neraca", seperti yang dikemukakan oleh Richard Koo, kepala ekonom di Nomura Research Institute.

Lalu, menurut NIFD, meskipun total utang China tidak mengalami kontraksi, perlambatan tersebut membuat rumah tangga menjadi lebih cemas memperbaiki neraca mereka daripada sebelumnya, dan perusahaan enggan meminjam untuk ekspansi. 

NIFD juga mengatakan bahwa tren-tren tersebut dapat memperlambat pertumbuhan PDB, dalam apa yang bisa dianggap sebagai bentuk “atipikal” dari resesi neraca. 

Rasio utang kemudian juga dapat meningkat karena deflasi, karena utang dihitung sebagai proporsi PDB nominal, yakni bukan PDB yang disesuaikan dengan inflasi atau PDB riil. 

Direktur penelitian China untuk Gavekal Dragonomics Andrew Batson telah berpendapat untuk mencari posisi tengah dalam perdebatan resesi neraca. 

Batson berpendapat bahwa besarnya peran real estat dan konstruksi dalam PDB China, dengan pengurangan utang di sektor tersebut dinilai dapat mendorong pertumbuhan China di bawah potensinya. Hal tersebut akan sesuai dengan definisi resesi.

“Oleh karena itu, China mungkin berada dalam resesi, dan penyebab besar dari resesi itu mungkin adalah penyusutan neraca di sektor real estat,” jelasnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (27/7/2023). 

Batson juga mengatakan bahwa mungkin tidak ada gunanya berdebat apakah benar dapat menyebutnya sebagai resesi neraca. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper