Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dijegal OECD, RI Tinggal Tunggu Implementasi Pajak Global Pilar I

Indonesia tinggal menunggu implementasi pajak global pilar I, meskipun sudah dijegal oleh OECD.
Bendera OECD di kantor pusat OECD di Paris, Prancis/OECD
Bendera OECD di kantor pusat OECD di Paris, Prancis/OECD

Bisnis.com, JAKARTA – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kembali menunda implementasi Pilar 1: Unified Approach terkait perpajakan internasional hingga 2025. Padahal, pengamat pajak menilai Indonesia telah siap dalam implementasi pajak internasional pilar I lantaran memiliki Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono mengungkapkan UU HPP sudah mengakomodasi perkembangan rezim pajak internasional yang tercakup di Pilar I dan Pilar II.

“Sikap Indonesia hanya menunggu kesepakatan penerapan Pilar I secara internasional. Pasalnya, UU HPP dan PP No. 55/2022 sudah memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menyiapkan PMK yang mencakup Pilar I dan Pilar II,” ujarnya dikutip, Rabu (26/7/2023). 

Dalam PP No. 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, Menteri Keuangan (Menkeu) memiliki kewenangan untuk mengatur pajak dari digitalisasi serta global minimum tax berdasarkan kesepakatan internasional. 

Sebagai informasi, Pilar 1 dalam mengatasai perpajakan internasional tersebut berisi sistem dan prinsip perpajakan untuk perusahan digital dan multinasional. Sementara Pilar 2 berkaitan dengan minimum tax ratio sebesar 15 persen yang akan diberlakukan. 

Dengan demikian, UU HPP telah mencakup kedua pilar tersebut. Adapun, saat ini Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kembali menunda implementasi Pilar 1: Unified Approach terkait perpajakan internasional hingga 2025. 

Hal tersebut akibat ada banyak negara yang belum memiliki instrumen regulasi di lingkup domestik untuk melegalisasi ratifikasi dari Pilar 1. Alhasil, implementasinya pun terkendala.

Pilar 1 bersifat wajib dan 138 negara yang sepakat terkait pajak global tersebut  wajib menandatangani MLC maksimal pada akhir 2023, jika tak ingin lagi ada penundaan.  

Sementara itu, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyayangkan penundaan tersebut. Namun, dirinya tidak memungkiri bahwa proses negosiasi oleh beberapa delegasi membuat proses implementasi tersebut menjadi tertunda dari target sebelumnya. 

“Namun ada kabar baik, progresnya positif, bahwa ada Multilateral Convention [MLC]  terkait Amount A dalam Pillar 1. Ini hal yang sangat singifikan. Target selanjutnya adalah Amount B dalam Pilar yang ditargetkan September ini,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper