Bisnis.com, JAKARTA – Afrika Selatan menyatakan lebih dari 40 negara telah menyatakan minat mereka mereka untuk bergabung dengan negara-negara BRICS.
Melansir Reuters, Jumat (21/7/2023), Anil Sooklal dan para pejabat dari Departemen Luar Negeri Afrika Selatan berbicara kepada para wartawan di Johannesburg, sehari setelah Afrika Selatan mengonfirmasi bahwa Presiden Rusia Vladamir Putin tidak akan menghadiri KTT BRICS yang akan berlangsung pada 22-24 Agustus 2023.
Pertanyaan mengenai seberapa jauh dan cepat BRICS yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan merupakan agenda utama dalam KTT BRICS yang ingin mengimbangi hegemoni Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dalam urusan-urusan global.
”Selain 22 negara yang telah secara resmi meminta untuk bergabung, mengatakan bahwa sejumlah negara secara informal telah menyatakan ketertarikan mereka untuk menjadi anggota BRICS, termasuk negara besar di belahan bumi bagian selatan,” ungkap Sooklal.
Para pejabat Afrika Selatan ingin BRICS menjadi pemimpin bagi negara-negara berkembang. Argentina, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuba, Republik Demokratik Kongo, Komoro, Gabon, dan Kazakhstan telah menyatakan minatnya.
Afrika Selatan menghadapi dilema dalam menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Sebagai anggota Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang mengeluarkan surat perintah terhadap Putin pada bulan Maret, Afrika Selatan berkewajiban untuk menangkap presiden Rusia jika dia hadir atas dugaan kejahatan perang oleh Rusia selama invasinya ke Ukraina.
Baca Juga
Namun pada hari Rabu, Afsel mengonfirmasi bahwa Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov akan hadir untuk menggantikan Putin.
Afrika Selatan mendapat kecaman dari negara-negara Barat atas apa yang mereka anggap sebagai sikap yang terlalu bersahabat dengan Rusia, sekutu lama Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa sejak gerakan pembebasan yang memerangi kekuasaan minoritas kulit putih. Afrika Selatan bersikukuh bahwa mereka memiliki sikap netral dalam perang Ukraina, yang ingin diakhiri melalui negosiasi.
Para diplomat yang berbicara kepada pers pada hari Kamis mengatakan bahwa posisi tersebut telah dibuktikan dengan penerimaan Afsel oleh kedua belah pihak sebagai mediator dalam konflik tersebut, berbeda dengan sikap keras dari negara-negara Barat.
Rusia mendengarkan tetapi pada akhirnya tidak menerima rencana perdamaian yang diajukan oleh Presiden Cyril Ramaphosa dan para pemimpin Afrika lainnya bulan lalu.
"Apakah kecaman dan isolasi membawa kita lebih dekat pada perdamaian? Tidak. Tetapi keterlibatan akan membawa para pihak lebih dekat ke negosiasi,” ungkap Zaheer Laher, penjabat direktur jenderal Afrika Selatan untuk tata kelola global.