Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom memprediksi badai resesi akan menghadang ekonomi Amerika Serikat (AS) pada awal tahun depan atau kuartal I/2024.
Meskipun ekonomi AS telah menunjukkan ketahanan dalam beberapa tahun terakhir, indikator indikator tertentu menimbulkan kekhawatiran dan potensi risiko seperti meningkatnya tekanan inflasi, penyesuaian kebijakan moneter, dan ketidakpastian geopolitik berpotensi membawa ekonomi ke dalam jurang resesi.
Fook Hien Yap, Senior Investment Strategist di Standard Chartered Bank mengatakan bahwa resesi di AS kemungkinan besar akan terjadi pada akhir tahun 2023. Namun, dia mengatakan pihaknya telah merevisi perspektif mereka dan mengantisipasi resesi akan terjadi pada awal 2024.
"Dulu kami berpikir bahwa resesi AS akan terjadi menjelang akhir tahun ini, tetapi sekarang kami telah mengubah pandangan kami menjadi kuartal I/2024," ujar Fook Yien Hap dalam wawancara yang disiarkan CNBC-TV18, Senin (10/7/2023).
Dia menuturkan pendorong utama ekonomi AS hingga saat ini, yaitu masih bertahannya konsumsi masyarakat karena adanya tabungan yang terpendam sejak pandemi Covid-19. Dengan demikian, katanya, masyarakat di Negeri Paman Sam masih memiliki kelebihan tabungan yang dapat digunakan dan itu membuat ekonomi lebih kuat dari yang diharapkan.
Prediksi Yap didasarkan pada analisis yang cermat terhadap berbagai indikator dan tren ekonomi. Ahli strategi investasi senior Standard Chartered ini menekankan bahwa sangat penting bagi para investor dan pembuat kebijakan untuk memantau dengan cermat faktor-faktor kunci yang dapat mempengaruhi ekonomi AS dalam beberapa bulan mendatang.
Faktor-faktor seperti kenaikan suku bunga, inflasi yang tinggi, kurva imbal hasil yang terbalik, dan krisis perbankan yang tidak terduga telah diidentifikasi sebagai katalisator potensial untuk resesi yang akan segera terjadi.
"Indikator probabilitas resesi The Fed New York, yang berada pada level tertinggi dalam lebih dari empat puluh tahun terakhir, menunjukkan 68,2 persen kemungkinan terjadinya resesi AS dalam 12 bulan ke depan," imbuhnya.
Baca Juga
Selain itu, indikator-indikator ekonomi yang dapat diandalkan lainnya mengeluarkan sinyal-sinyal peringatan, mengindikasikan bahwa ekonomi AS mungkin berada di ambang penurunan.
Namun, terlepas dari situasi ini, pasar tenaga kerja AS tetap kuat, memberikan gambaran yang kontras. Para ekonom terbagi pada apakah resesi tidak dapat dihindari mengingat lanskap ekonomi yang tidak konvensional.
Sementara itu, Adrian Mowat, Investor di Hong Kong SAR mengatakan cerita di AS adalah bahwa kemungkinan resesi atau hard landing akan berkurang, kecuali The Fed menjadi sangat agresif dan melakukan beberapa kenaikan suku bunga.
Sebaliknya, Presiden Yardeni Research Ed Yardeni menyatakan sudut pandang yang berbeda, menyatakan bahwa bahkan jika The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps), hal ini tidak akan menjadi tantangan yang signifikan bagi perekonomian.
Prediksi Janet Yellen
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengungkapkan resesi ekonomi di Amerika Serikat mungkin bisa terjadi. Meski demikian, dia menilai kondisi resesi “tepat dan normal” untuk pertumbuhan yang moderat dan bahwa inflasi masih terlalu tinggi.
Pernyataan tersebut disampaikan Yellen dalam wawancara dengan acara Face the Nation yang disiarkan oleh CBS pada Minggu (9/7/2023).
“[Potensi resesi] belum sepenuhnya hilang. Namun, pertumbuhan data pekerjaan bulanan melambat seperti yang diharapkan setelah bertahan di ‘level tinggi,’” ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Senin (10/7/2023).
Yellen mengatakan saat ini kondisi ekonomi AS terbilang sehat dengan pasar tenaga kerja yang bagus. Meski demikian, dia mengakui laju inflasi yang terlalu tinggi dan menjadi perhatian pemerintah dan rakyat Amerika.
Kabar baiknya, kata dia, inflasi telah menurun dari waktu ke waktu.
“Dan harapan saya, dan keyakinan saya, bahwa ada jalan untuk menurunkan inflasi dalam konteks pasar tenaga kerja yang sehat. Dan data yang saya lihat menunjukkan bahwa kita berada di jalur tersebut,” ujarnya.
Adapun, Tiga pejabat The Fed mengatakan bahwa bank sentral masih perlu menaikkan suku bunga hingga akhir tahun ini untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persen.
Dilansir dari Bloomberg, Wakil Ketua Federal Reserve untuk Pengawasan Michael Barr mengatakan The Fed telah membuat banyak kemajuan dalam kebijakan moneter dalam setahun terakhir ini untuk menekan inflasi.
"Saya katakan bahwa kami sudah dekat, tetapi masih ada pekerjaan yang harus dilakukan," ungkap Barr, dikutip Selasa (11/7/2023).
The Fed mempertahankan suku bunga dalam pertemuan Juni setelah menaikkan suku bunga selama 10 pertemuan berturut-turut ke kisaran 5-5,25 persen. Sebagian besar pejabat The Fed memperkirakan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin lagi hingga akhir tahun ini, menurut proyeksi yang dirilis setelah pertemuan bulan Juni 2023.