Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Institute of Development for Economic and Finance (Indef), Rusli Abdullah menyebut kasus penyakit antraks di Gunung Kidul, Yogyakarta beresiko menimbulkan kerugian lebih besar dari wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Pasalnya, selain menular pada hewan ternak, kasus antraks di Gunung Kidul juga menular ke manusia hingga menelan korban jiwa. Laporan Kementerian Kesehatan menemukan tiga warga meninggal dunia terindikasi antraks setelah diketahui sempat menyembelih dan mengonsumsi daging hewan ternak yang terinfeksi bakteri antraks.
"Ini kalau tidak diantisipasi kerugiannya bisa melebihi PMK karena hewan kena [penyakit antraks], manusia juga kena. Kerugiannya bisa double," ujar Rusli, Jumat (7/7/2023).
Rusli menekankan agar pemerintah gerak cepat dalam mencegah penyebaran penyakit antraks ke wilayah lainnya. Karantina hewan hingga lalu lintas ternak di setiap wilayah, kata dia perlu memperketat pemeriksaan.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu segera melakukan penelusuran ihwal sumber utama penyebab antraks pada hewan di Gunung Kidul. Bilamana penyakit antraks masuk melalui pakan ternak, Rusli mengimbau agar segera dilakukan penelusuran sumber pakan tersebut.
"Karantina saat ini kurang ketat, pemerintah harus memastikan pakan ternak sesuai standar keamanan bebas penyakit," katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementan mengeklaim telah mendistribusikan vaksin operasional ke Gunung Kidul mencapai 96.000 dosis, kemudian melakukan pengambilan sempel sebanyak 5.707 dan stok vaksin yang tersedia saat ini mencapai 110.000 dosis. Adapun vaksin yang telah disuntikan di Gunung Kidul mencapai 78 ekor sapi dan 286 ekor kambing.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kementerian Pertanian, Syamsul Ma'arif menyebut wabah penyakit hewan menjadi tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kendati, pengendalian penyakit zoonosis, termasuk antraks juga membutuhkan peran masyarakat.
Dia mengimbau masyarakat tidak mengkonsumsi daging ataupun produk dari hewan ternak yang terkena penyakit antraks.
"Kita akan melakukan penelusuran epidemiologi terpadu dari Kementan dan Kemenkes agar sama-sama bisa mengendalikan penyakit ini," kata Ma'arif dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (6/7/2023).