Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 BisnisIndonesia.id: Musim Semi Industri Transportasi hingga Surplus APBN

Aturan mengenai transportasi dan isu ekonomi bisnis lain dikemas secara analitik dan mendalam di BisnisIndonesia.id.
Ilustrasi-Canva
Ilustrasi-Canva

Bisnis.com, JAKARTA—Dari sederet aturan pengetatan, sektor transportasi mengalami dampak nyata lewat. Kementerian Perhubungan sempat menghentikan operasi seluruh moda mulai 24 April 2020 hingga 31 Mei untuk transportasi darat, 8 Juni untuk laut dan 1 Juni untuk transportasi udara.

Aturan mengenai transportasi menjadi salah satu isu yang dikemas secara analitik dan mendalam di BisnisIndonesia.id. Berikutnya juga dirangkum beberapa isu ekonomi bisnis pilihan lainnya dalam Top 5 News BisnisIndonesia.id Rabu (5/7/2023).

1. Musim Semi Industri Usai Lewati Badai Panjang

Tiga tahun sudah, wabah bernama Covid-19 menjalar ke seisi bumi. Termasuk di dalam negeri. Pelan namun pasti, pagebluk yang merenggut nyata jutaan manusia itu mulai mereda.

Rutinitas harian memakai masker dan menjaga jarak agaknya akan hilang secara perlahan seiring dengan keputusan pemerintah mengakhiri status pandemi Covid-19 menjadi endemi. 

Status pandemi melekat saat virus Corona terdeteksi pertama kali di Indonesia pada 2020. Penamaan ini juga menjadi acuan bagi pemerintah untuk menetapkan aturan pengetatan mobilitas masyarakat. Termasuk upaya penanganan pagebluk.

Dari sederet aturan pengetatan, sektor transportasi mengalami dampak nyata lewat. Kementerian Perhubungan sempat menghentikan operasi seluruh moda mulai 24 April 2020 hingga 31 Mei untuk transportasi darat, 8 Juni untuk laut dan 1 Juni untuk transportasi udara. 

Masa sulit ini berdampak besar bagi seluruh moda, terutama industri penerbangan. Libur operasi sekitar lima pekan membuat bisnis aviasi Tanah Air babak belur. Mereka tak diizinkan melayani penerbangan baik domestik maupun internasional. 
 

2. Siasat China Menjadi Pemimpin Pasar Mobil Hidrogen Dunia

Penjualan mobil hidrogen di China melejit sepanjang empat bulan pertama tahun ini, di saat pasar global mengalami perlambatan. China semakin mendekati pasar terbesar dengan target sejuta fuel cell electric vehicle di jalan pada 2030.

Berdasarkan data SNE Research, penjualan mobil hidrogen (fuel cell electric vehicle/FCEV) di China pada Januari-April 2023 meningkat 161,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi 1.145 unit.

Pada saat yang sama, pasar FCEV global mengalami perlambatan 11,5% (year on year/yoy) menjadi hanya 4.699 unit. Korea Selatan, yang merupakan pasar terbesar, juga mengalami penurunan penjualan 17,8% menjadi 2.250 unit.

Hal yang sama dialami oleh Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Penjualan FCEV di Negeri Paman Sam anjlok 24,8% menjadi 943 unit, sementara di Negeri Matahari Terbit tenggelam 75% menjadi hanya 138 unit. Adapun di Eropa, penjualan mobil hidrogen melambat 27,6% menjadi 207 unit.

Penurunan performa ini membuat China berhasil memperpendek jarak dengan pasar terbesar. Sepanjang empat bulan pertama tahun ini, pangsa China di pasar mobil hidrogen membesar dari hanya 8,3% menjadi 24,4%.

Sebaliknya, pangsa Korea Selatan susut dari sebelumnya 51,6% menjadi hanya 47,9%. Hal ini membuat China semakin memperpendek jarak dengan pasar terbesar.
 

3. Pelemahan di China Rugikan Seluruh Asia

Performa manufaktur di seluruh Asia terancam melemah akibat lesunya permintaan dari China. Rentetan guncangan ekonomi seperti lambannya investasi dan tidak optimalnya kinerja ekspor makin memupuskan target pertumbuhan 5 persen.

Hal itu seperti yang terlihat dari survei bisnis yang dipublikasi pada Senin (3/7/2023). Beberapa negara tulang punggung perekonomian Asia seperti di Jepang dan Korea Selatan kemungkinan menjadi yang paling terpuruk di antara lainnya.

Survei yang dilakukan tersebut menunjukkan dampak pemulihan China yang lebih lemah dari yang diharapkan. 

"Yang terburuk mungkin sudah berlalu bagi pabrik-pabrik Asia, namun aktivitasnya kurang bergejolak karena prospek pemulihan yang kuat di ekonomi China semakin berkurang," kata kepala ekonom pasar emerging di Dai-ichi Life Research Institute, Toru Nishihama.

Buktinya cukup terlihat jelas dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur China oleh Caixin/S&P Global tercatat turun menjadi 50,5 pada Juni 2023, dibandingkan bulan Mei 2023 yang sebesar 50,9. 

Hasil yang senada juga ditunjukkan dari survei resmi yang dipublikasi pada pekan lalu bahwa China memang sudah kehilangan momentumnya pada kuartal II/2023.

4. Gairah Tinggi Calon Emiten Baru, Ada 65 Perusahaan Antre IPO

Penghimpunan dana di pasar modal masih berjalan lancar sepanjang tahun berjalan ini, salah satunya dengan pencatatan saham 43 emiten baru hingga Juni 2023. Aksi penawaran umum saham, baik rights issue maupun saham perdana (IPO) diperkirakan makin semarak pada semester II/2023. 

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Inarno Djajadi menyebutkan penghimpunan dana di pasar modal sampai dengan Juni masih terjaga cukup tinggi mencapai Rp154,13 triliun. 

"Penghimpunan dana tersebut dari emiten baru sebanyak 43 emiten. Adapun, di pipeline masih terdapat 90 rencana penawaran umum dengan nilai sebesar Rp69,91 triliun dengan rencana IPO sebanyak 65 perusahaan," jelasnya dalam Rapat Dewan Komisioner OJK Juni 2023, Selasa (4/7/2023). 

Berdasarkan data OJK, 65 perusahaan ini menargetkan penghimpunan dana IPO Rp42,64 triliun. Selain itu, 9 aksi penawaran umum terbatas membidik dana Rp6,76 triliun, 13 aksi penawaran surat utang mengincar Rp19,36 triliun, dan 3 penawaran surat utang berkelanjutan menargetkan Rp1,15 triliun. 

Di tengah perkembangan pasar modal yang bergerak mixed, pasar saham menguat 0,43 persen pada kuartal II/2023 atau Maret-Juni 2023, ke level 6.661. Meski nonresident atau investor asing mencatatkan arus dana keluar (outflow) Rp4,4 triliun sepanjang Maret hingga Juni 2023.

5. APBN Surplus Bumper Tantangan Paruh Kedua?

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sudah melalui paruh pertama tahun ini dengan kinerja yang cukup konservatif. Di tengah tekanan harga komoditas dan perekonomian global, postur APBN dibuat sehati-hati mungkin.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja menyampaikan realisasi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) semester I/2023 kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Sri Mulyani melaporkan selama 6 bulan pertama 2023 tersebut, bendara negara berhasil mengantongi surplus sebesar Rp152,3 triliun dengan keseimbangan primer yang surplus sebesar Rp368,2 triliun. “Pagi tadi [kemarin] dalam Rapat Kabinet Paripurna, Saya melaporkan pelaksanaan APBN 2023 semester I,” tulisnya dalam unggahan Instagram di @smindrawati, dikutip, Selasa (4/7/2023). 

Secara rinci, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengungkapkan hingga pertengahan tahun ini pendapatan negara berhasil mencapai Rp1.407,9 triliun atau 57,2 persen dari target dan tumbuh 5,4 persen year-on-year (yoy). 

Pendapatan negara ditopang oleh penerimaan pajak yang mencakup 56,5 persen dari target atau setara Rp970,2 triliun, tumbuh 9,9 persen yoy. Utamanya ditopang oleh pajak penghasilan (PPh) Badan dan PPN Dalam Negeri yang masing-masing tumbuh 26,2 persen dan 19,5 persen (yoy). 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : BisnisIndonesia.id
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper