Bisnis.com, JAKARTA – Tensi tinggi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan bos jalan tol PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP) Jusuf Hamka terus memanas soal utang Rp800 miliar.
Namun, berapakah kewajiban pemerintah yang pernah disepakati? Menilik Amandemen Berita Acara Kesepakatan Jumlah Pembayaran Pelaksanaan Putusan Hukum tertanggal 3 Februari 2016, Kemenkeu sepakat untuk membayar utang kepada bos jalan tol yang kerap disapa Babah Alun tersebut sebesar Rp179,46 miliar, bukan Rp800 miliar.
Dalam putusan tersebut, negara wajib membayar denda sebesar 2 persen setiap bulan dari seluruh dana hak Penggugat terhitung sejak Bank Yakin Makmur (Yama) dibekukan sampai negara melaksanakan putusan ini.
Bila menghitung deposito awal Jusuf Hamka yang lenyap pada krisis 1998 di bank milik Sri Hardiyanti Rukmana (putri Presiden RI ke-2, Soeharto), yakni sebesar Rp78,92 miliar. Nilai tersebut terdiri dari deposito berjangka sebesar Rp78,84 miliar ditambah dengan rekening giro dengan nomor akun 00960.2.11.01.62 sebesar Rp76 juta.
Sampai dengan kesepakatan pada Juli 2015, total jumlah bunga (hanya bunga tanpa deposito awal) atas deposito berjangka dan jumlah bunga atas rekening giro adalah sebesar Rp309.365.093.781.000. Total bunga dengan jumlah pokok hampir mencapai Rp400 miliar.
Negara secara terang-terangan menyampaikan tidak sanggup membayar seluruh bunga, kemudian melakukan negosiasi diskon pembayaran yang akhirnya disepakati sebesar 32,5 persen dari total bunga.
Baca Juga
Dengan demikian negara memiliki kewajiban pembayaran bunga utang sebesar Rp100,54 miliar ditambah dengan jumlah pokok Rp78,92 miliar, sehingga total Rp179,46 miliar.
“Kesepakatan Para Pihak untuk pembayaran bunga sebesar 32,5 persen dari total bunga untuk deposito berjangka dan total bunga untuk rekening giro account nomor 00960.2.11.01.62 adalah sebesar Rp100.543.655.478,82,” tulis putusan tersebut.
Amandemen tersebut mencatatkan bahwa pembayaran dana tersebut dimulai pada semester I/2016 hingga semester I/2017.
Tak Kunjung Dibayar
Realisasainya, 8 tahun berselang, Jusuf Hamka kembali menagih uang miliknya yang dijanjikan oleh negara. Dengan mengacu pada perhitungan bunga, Jusuf Hamka mengkalkulasikan uangnya menyentuh Rp800 miliar, mungkin lebih.
"Kalau dia sudah mengakui kesepakatan, sudah mau bayar dalam 2 minggu berarti kan memang dia menerima tapi sampai sekarang 8 tahun gak dibayar-bayar, diPHP-in terus, Pemerintah jangan cuma bisa nguber-nguber obligor nakal, tapi kalau Pemerintah punya utang bayar dulu dong," tegas Jusuf Hamka, Kamis (8/6/2023).
Atas permasalahan ini, Menteri Koordiantor bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ikut turun tangan.
Mahfud membenarkan adanya utang yang belum dibayarkan pemerintah kepada swasta maupun rakyat, termasuk kemungkinan kepada perusahaan milik Jusuf Hamka, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP).
Dia menegaskan bahwa Kementerian Keuangan memang wajib membayar karena itu adalah kewajiban hukum negara dan atau pemerintah terhadap rakyatnya dan terhadap pihak-pihak swasta yang melakukan usaha maupun transaksi secara sah.
"Silakan Pak Jusuf Hamka langsung ke Kementerian Keuangan, nanti kalau perlu bantuan teknis saya bisa bantu misalnya dengan memo-memo atau surat yang diperlukan, tapi menurut saya gampang itu nggak perlu memo," kata Mahfud dalam keterangan pers melalui YouTube, Minggu (11/6/2023).
Merespons hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru tak ingin buru-buru membayar utang ratusan mmiliar tersebut.
"Jika dilihat secara keseluruhan, persoalan ini tidak terlepas dari krisis 1998 ketika bank-bank, yang memiliki masalah likuiditas, diambil alih oleh pemerintah melalui program BLBI," katanya.
Pasukan Kemenkeu mengungkap sejumlah fakta terkait perusahaan Jusuf Hamka. Direktur Jenderal Kekayaan Negara sekaligus Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban menagih CMNP milik Jusuf Hamka, yang disebut memiliki utang ratusan miliar ke negara.
"Kami sendiri masih memiliki tagihan kepada 3 perusahaan grup Citra [pemilik awal CMNP]. Nominalnya ratusan miliar terkait BLBI," ujarnya kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2023).