Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Patra Niaga memastikan bakal terjadi kelebihan konsumsi atau over kuota liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) pada akhir 2023 sebesar 2,7 persen dari alokasi yang disiapkan pemerintah dan parlemen lewat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023.
Kelebihan proyeksi konsumsi gas melon itu disebabkan karena belum masifnya pendataan pembelian tabung gas subisidi itu di tengah masyarakat. Sementara itu, disparitas harga dengan LPG nonsubsidi makin lebar yang terlihat dari migrasi pembelian ke gas tabung subsidi yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Tren penyaluran LPG penugasan ini year to date Mei 2023 meningkat 5 persen dibandingkan year to date Mei 2022, lebih besar 8,4 persen dibandingkan kuota year to date Mei 2023 ini sudah kita buat seasonability-nya,” kata Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Lewat pemetaan tengah tahun itu, Alfian memproyeksikan kuota yang bakal terserap tahun ini bakal melebar ke angka 8,22 juta ton atau lebih tinggi dari alokasi yang ditetapkan dalam APBN 2023 sebesar 8 juta ton. Artinya, masih terdapat potensi konsumsi yang belum diantisipasi dalam APBN 2023 sekitar 220.000 ton hingga akhir tahun nanti.
Berdasarkan rekapitulasi Pertamina Patra Niaga, realisasi penyaluran LPG 3 kg sudah mencapai 3,32 juta sepanjang Januari hingga Mei 2023, hitung-hitungan itu lebih tinggi 8,4 persen dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu di level 3,16 juta ton. Akan tetapi, realisasi sepanjang paruh pertama tahun ini sudah lebih tinggi 40 persen dari prognosa 2023.
Kendati demikian, Alfian menegaskan, kelebihan konsumsi LPG 3 kg tahun ini tidak bakal berdampak pada kebutuhan anggaran subsidi anak usaha Pertamina tersebut. Seperti diketahui, realisasi belanja subsidi untuk gas melon hingga Mei 2023 baru mencapai Rp34,01 triliun (termasuk pajak). Artinya, masih terdapat sisa alokasi subsidi sebesar Rp85,45 triliun yang tercatat pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2023.
Baca Juga
Adapun, lewat ketetapan APBN 2023, nilai subsidi LPG 3 kg saat itu disetujui sebesar Rp117,84 triliun. Nilai subsidi gas melon itu mengambil porsi terbesar jika dibandingkan dengan subsidi listrik dab bahan bakar minyak (BBM) tahun ini.
Saat penyusunan APBN 2023, asumsi Indonesian Crude Price (ICP) yang dipakai di level US$90 per barel, di mana ICP per Mei 2023 belakangan turun ke angka US$70,12 per barel.
Sementara itu, asumsi prognosa menggunakan CP Aramco di angka US$647,88 per ton dengan volume 8,2 ton hingga akhir tahun ini.
“Realisasinya akan bergeser ke 8,2 juta ton, kalau DIPA ada kelebihan US$32,4 triliun, ini mungkin bisa kita kompensasikan yang selesih 2,7 persen over kuota LPG tersebut,” kata dia.
Di sisi lain, penyaluran LPG nonsubsidi kembali melanjutkan tren penurunan yang signifikan hingga pertengahan tahun ini. Berdasarkan catatan Pertamina Patra Niaga, penyaluran LPG non subsidi hingga Mei 2023 baru mencapai 150.000 ton, pencatatan itu turun signifikan jika dibandingkan dengan torehan 2022 dan 2021 masing-masing sebesar 460.000 ton dan 600.000 ton.
“Ini akibat disparitas harga yang tinggi dan proporsi LPG penugasan 95,6 persen sementara nonpenugasan hanya 4,4 persen,” kata dia.