Bisnis.com, JAKARTA — Shell Upstream Overseas Ltd belakangan mulai melunak dalam negosiasi harga penawaran 35 persen hak partisipasi di Blok Masela dengan konsorsium PT Pertamina (Persero).
Negosiasi proses divestasi saham Shell di Blok Masela berjalan cukup alot. Shell disebut mematok harga yang terbilang tinggi sehingga membuat Konsorsium Pertamina ragu untuk mengakuisisi saham Shell di salah satu ladang gas terbesar di Indonesia saat ini.
Dalam perkembangan terbaru, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif membeberkan, Shell belakangan mulai luluh untuk memberikan harga penawaran kepada Pertamina dengan harga di bawah US$1 miliar atau sekitar Rp14,8 triliun (asumsi kurs US$14.853 per US$).
“Mereka [mau turunkan] di bawah US$1 miliar,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (9/6/2023).
Diberitakan sebelumnya, Pertamina disebut perlu menyiapkan anggaran paling sedikit US$1,4 miliar atau setara dengan sekitar Rp21 triliun untuk mengakuisisi hak partisipasi Shell sebesar 35 persen di Blok Abadi Masela.
Berdasarkan data SKK Migas, Shell telah mengucurkan US$875 juta untuk mengakuisisi hak partisipasi 35 persen di Blok Abadi Masela dan mengucurkan investasi senilai US$700 juta sehingga total dana yang telah dikeluarkan Shell untuk pengembangan lapangan tersebut sudah mencapai US$1,4 miliar.
Baca Juga
Di samping itu, Pertamina juga masih harus menyiapkan anggaran senilai US$6,3 miliar untuk modal kerja di Masela dalam 5 tahun ke depan.
Adapun, proses divestasi Shell di Blok Masela hingga kini belum mencapai kesepakatan sejak perusahaan migas yang berkantor pusat di Belanda itu mengungkapkan niatnya untuk hengkang sekitar 4 tahun lalu.
Arifin pun sempat menyinggung Shell seharusnya dapat lebih fleksibel dalam mengakomodasi kepentingan Indonesia mengingat Shell telah mendapatkan banyak manfaat selama beroperasi di Indonesia.
"Masih dalam proses negosiasi ya, agak alot karena Shell itu ya mestinya dia lebih ngerti karena sejarahnya Shell di Indonesia sudah berapa lama ya. Dia manfaatnya udah banyak. Sejak dulu Shell kan ada, makanya ini untuk kepentingan Indonesia dia nggak mau fleksibel," ujar Arifin, Jumat (19/5/2023).
Dia juga sempat memperingatkan Shell bahwa pemerintah akan mengambil sikap serius apabila Shell tetap tidak kooperatif untuk mempercepat proses divestasi. Konkretnya, kata Arifin, pemerintah bakal mengambil 35 persen hak partisipasi Shell tersebut tahun depan apabila tidak ada kemajuan dari sisi peralihan saham.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, perseroan memiliki kepentingan untuk segera mengambilalih saham Shell di Blok Masela sebagai upaya untuk meningkatkan nilai kapitalisasi atau market cap perusahaan migas pelat merah tersebut.
Selain itu, kata Nicke, penyelesaian proses ambilalih hak pengelolaan itu diharapkan ikut meningkatkan penerimaan negara serta daerah sekitar nantinya.
“Yang harus segera kita finalkan itu Blok Masela, giant block ini bisa segera dengan masuknya Pertamina, komitmen kami sesegera mungkin bisa mengembangkannya agar gas di dalam perut bumi ini bisa dimonetisasi,” kata Nicke dalam media briefing capaian kinerja 2022 Pertamina, Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Namun, Nicke belum dapat mengungkapkan lebih lanjut terkait progres pengambilalihan saham Shell tersebut karena terikat non disclosure agreement (NDA).
"Masela kami kan menandatangani NDA. Itu tidak boleh kami bocorkan, ini kejutan. Jadi tunggu tanggal mainnya," tuturnya.
Adapun, Pertamina dilaporkan menggandeng raksasa migas Malaysia, Petroliam Nasional Berhad atau Petronas, untuk mengakuisisi 35 persen hak partisipasi Shell di Blok Masela.
Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia. Produksinya diestimasikan dapat mencapai 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).