Bisnis.com, JAKARTA - Setelah perhelatan G20 di Bali, Tryggvi Gudmundsson, ekonom IMF di departemen strategi, kebijakan, dan peninjauan, mencakup isu-isu kebijakan ekonomi makro, menjelaskan prospek pertumbuhan ekonomi global yang menghadapi berbagai hambatan.
Indonesia patut bersyukur, di tengah situasi global yang tidak pasti, aktivitas ekonomi Indonesia relatif stabil. Sektor yang benar-benar tahan goncangan dan berkontribusi positif pada ketahanan ekonomi Indonesia selama dua tahun ini adalah pertanian.
Dalam sistem perekonomian Indonesia, pertanian agribisnis masih akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi pada masa mendatang. Prediksi ini didasarkan pada beberapa alasan: sebagai penyedia pangan utama, penyedia lapangan pekerjaan dan sumber pendapatan masyarakat, komoditas pertanian masih dapat bersaing sebagai komoditas unggulan.
Dengan aktivitas ekonomi Indonesia yang stabil, optimisme Indonesia dapat menjaga aktivitas ekonomi makronya dengan baik. Ekonomi makro sebagian besar dilakukan oleh bisnis dan pemerintah mengelola kebijakan ekonomi makro melalui dunia usaha.
Agribisnis sebagai suatu sistem yang saling terkoneksi diantara subsistem yang ada dan didukung oleh lembaga pemerintah, lembaga finansial, dan para stakeholder terkait, menjadi penting dalam kebijakan makro ekonomi.
Karenanya agribisnis secara makro sangat besar pengaruhnya sekitar 47%, dengan mengasumsikan nilai tambah usaha tani, manufacturing dan jasa di sepanjang rantai komoditas pertanian, termasuk ritel pangan dan serat, sebagai PDB tunggal mega sektor agribisnis dan lebih stabil dalam menjaga inflasi.
Baca Juga
Di tengah strategisnya peran agribisnis di Indonesia, masih banyak hambatan dan tantangan yang perlu segera diselesaikan oleh pemerintah khususnya, pada sistem dan tata kelola agribisnis, termasuk lembaga keuangan agar potensi agribisnis yang begitu besar di Indonesia bisa teraktualisasi sepenuhnya. Perlu ada transformasi kebijakan publik yang inklusif dan perubahan mindset, khususnya pemerintah dan bankir.
Yang pasti kebijakan agribisnis yang diambil harus mampu menjawab kebutuhan produsen. Agar produsen dapat sukses beroperasi, dibutuhkan tiga hal dasar: insentif untuk berproduksi, keamanan terhadap sumber daya yang mendasar (lahan dan air) dan akses kepada pasar untuk output dan input, termasuk di dalamnya adalah teknologi.
Pertama, kebijakan harga, yang mana di dalam ekonomi pasar sebagian besar ditentukan, tetapi tidak seluruhnya oleh kebijakan ekonomi makro. Kedua, kebijakan atas sumberdaya, termasuk di dalamnya kebijakan kepemilikan tanah dan kebijakan tata kelola sumberdaya (lahan, air, hutan).
Ketiga, kebijakan akan akses, termasuk akses terhadap input pertanian, output pasar dan teknologi.
Berikutnya soal inovasi, ini mutlak diperlukan sebab dalam persaingan yang makin ketat inovasi menjadi pembeda. Misalnya bagaimana membuat diversifikasi produk sehingga tersedia banyak pilihan.
Belajar dari Thailand
Pada 1980-an Thailand banyak belajar pertanian ke Indonesia, namun sangat disayangkan saat ini pertanian Thailand melesat bahkan lima kali lipat dari pertanian Indonesia. Permasalahan pertanian antara Thailand dan Indonesia agaknya klise. Pertanyaannya adalah dengan latar belakang permasalahan yang sama, mengapa pertanian Thailand bisa jauh lebih unggul dari Indonesia?
Jawabannya adalah pemerintah Thailand memiliki keberpihakan yang kuat pada pertanian-petani. Hal ini tercermin misalnya dari pembiayaan sektor pertanian yang sangat dimudahkan.
Sedangkan Indonesia dari sisi permodalan, petani masih sulit mengaksesnya. Tecermin dari masih kecilnya kredit pertanian dalam tiga tahun terakhir, yang kendati terdapat tren peningkatan, tetapi masih kecil dari proporsi nasional dengan beban sektor pertanian yang besar.
Karena itu, otoritas perbankan di Indonesia perlu mengembangkan gagasan baru untuk mendidik kembali para bankir agar mampu lebih mengerti dan memahami sektor pertanian. Sudah saatnya pula, layanan keuangan secara nonkonvensional (branchless banking) untuk diperluas.
Lebih jauh, untuk memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian Indonesia, diperlukan pendekatan baru dalam membangun pertanian, suatu sistem yang terintegrasi antar satu dengan lainnya, dibutuhkan dukungan kebijakan makroekonomi yang kondusif.
Semua dilakukan agar agribisnis dapat bergairah di negeri sendiri. Sudah waktunya kebijakan perdagangan internasional kita khususnya pertanian, menjadi rezim yang netral atau pro ekspor dan mendistribusikan kesejahteraan.