Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani meneken Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 58/2023 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak, menggantikan beleid sebelumnya yakni PMK No. 155/2021.
Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian/Lembaga Wawan Sunarjo mengatakan bawah sedikitnya ada tujuh substansi perubahan dalam PMK No.58/2023, yang telah diundangkan pada 29 Mei 2023
Pertama terkait dengan Mitra Instansi Pengelola (MIP) PNBP. Beleid ini mengatur bahwa jangka waktu penunjukkan atau penugasan sebagai MIP PNBP oleh instansi pengelola berlaku lebih dari satu tahun anggaran, dan peninjauan kembali atas penugasan MIP tersebut.
Wawan mengatakan pengaturan jangka waktu ini bertujuan menjaga kepastian ataupun keberlangsungan usaha dari MIP dengan tetap melihat kinerja dari MIP PNBP.
“Kalau semula itu tidak jelas jangka waktunya berapa. Tapi, di sini jelas pernyataan bahwa boleh lebih dari 1 tahun. Namun demikian, berapa lamanya itu tergantung sesuai kontraknya,” ujarnya kepada awak media, Kamis (8/6/2023).
Kedua terkait pembayaran dan penyetoran PNBP terutang. PMK No/ 58/2023 mengatur penegasan keharusan bagi instansi pengelola PNBP untuk menyediakan beberapa collecting agent tempat pembayaran PNBP, dan tidak hanya satu agen penagihan saja.
Baca Juga
Ketiga adalah optimalisasi penagihan piutang PNBP. Wawan menjelaskan bahwa optimalisasi penagihan piutang PNBP dilaksanakan pada masa proses verifikasi atau monitoring.
“Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan dari segi waktu bagi instansi pengelola PNBP dalam melakukan penagihan piutang PNBP, sebelum diterbitkan surat tagihan PNBP,” tuturnya.
Keempat, terkait dengan penggunaan dana PNBP. Dalam hal ini, pelimpahan mandat persetujuan atau penolakan penggunaan dana PNBP kepada Dirjen Anggaran, kecuali PNBP yang dibagihasilkan kepada pemerintah daerah, atau PNBP yang tarifnya ditetapkan dalam UU.
Adapun ketentuan yang mengatur bahwa persetujuan penggunaan dana PNBP tetap berlaku jika ada perubahan dasar hukum jenis dan tarif PNBP atau organisasi instansi pengelola PNBP, sepanjang tidak ada perubahan jenis PNBP.
Kelima adalah penilaian kinerja pengelolaan PNBP pada kementerian/lembaga. Wawan menyampaikan penilaian kinerja pengelolaan PNBP merupakan bagian dari evaluasi kinerja anggaran pada kementerian/lembaga, dengan menggunakan beberapa variabel yaitu capaian target PNBP, akurasi perencanaan PNBP, dan kepatuhan penyampaian laporan pelaksanaan PNBP
Keenam, penguatan pengawasan PNBP oleh Menteri Keuangan. Beleid ini mengatur keterlibatan Itjen Kemenkeu dalam pelaksanaan pengawasan PNBP melalui sinergi bersama Ditjen Anggaran, serta koordinasi bersama APIP kementerian/lembaga, serta melibatkan tenaga ahli dalam pengawasan PNBP oleh Menteri Keuangan.
“Pelaksanaan pengawasan untuk hal tertentu berdasarkan arahan Menteri untuk mengakomodir keperluan pengawasan PNBP yang berdampak fiskal dan menjadi fokus ataupun perhatian Menteri Keuangan,” kata Wawan.
Ketujuh terkait dengan penghentian layanan dan implementasi automatic blocking system (ABS). Wawan menyampaikan bahwa penghentian layanan dapat diinisiasi oleh instansi pengelola PNBP atau unit eselon I Kemenkeu.
Adapun layanan yang dikecualikan dari penghentian akses layanan penerbitan kode billing adalah layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Wawan menyatakan ABS dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian piutang negara lainnya, selain PNBP. Sementara itu, pembukaan blokir dapat dilakukan segera jika ditemukan bukti atau dokumen pelunasan atas kewajiban PNBP.