Bisnis.com, JAKARTA - Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mulai menjajaki sertifikasi perdagangan karbon untuk menangkap peluang pendanaan iklim melalui Nusantara Forest Carbon Project.
Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kehutanan dan Sumber Daya Air (PPKSDA) Otorita IKN, Pungky Widiaryanto, mengatakan perdagangan karbon juga menjadi upaya menurunkan emisi sektor kehutanan dan mitigasi perubahan iklim.
"OIKN memastikan akan membalikkan tren deforestasi yang ada saat ini dan membuka peluang dalam perdagangan karbon lewat pendekatan yurisdiksi dengan melibatkan masyarakat," kata Pungky dalam siaran pers, Rabu (7/6/2023).
Dalam agenda bertajuk “IKN towards Carbon Neutral City”, Pungky menilai perdagangan karbon pada wilayah perairan di IKN juga dimungkinkan dengan adanya potensi area mangrove serta pesisir yang sangat besar.
Menurutnya, dalam mewujudkan Nusantara sebagai Kota Hutan akan difokuskan pada tiga area, yaitu iklim (climate), komunitas (community), dan keanekaragaman hayati (biodiversity).
“Ini akan dilakukan dengan mengembalikan fungsi hutan dan menambah luasan tutupan hutan untuk memberikan manfaat baik bagi lingkungan maupun komunitas," ujarnya.
Baca Juga
IKN akan melakukan transformasi model ekonomi yang tidak berfokus pada ekstraksi sumber daya alam, tetapi jasa lingkungan melalui pengembangan klaster industri.
Pungky menyampaikan Otorita IKN dengan kewenangan khusus yang telah diputuskan memiliki yurisdiksi terkait urusan kehutanan di Nusantara.
“OIKN melalui usaha pembiayaan hijau, tidak akan berfokus hanya pada keuntungan materi, namun OIKN hendak membuktikan dan memberikan contoh kepada dunia atas keberhasilan IKN yang dibangun sebagai Kota Hutan yang berkelanjutan,” pungkasnya
Dalam bisnis perdagangan karbon, Kalimantan Timur telah berhasil menurunkan emisi sekitar 31,9 juta ton pada 2019 hingga 2020, melebihi target penurunan emisi nasional sebesar 22 juta ton.
Staf Khusus Gubernur Kalimantan Timur Bidang Lingkungan dan Perubahan Iklim, Stepi Hakim, memperkirakan, kegiatan pembangunan IKN berpotensi menghasilkan emisi sekitar 1,6 juta Ton.
Untuk itu, dia mendorong agar pemerintah baik pusat dan provinsi perlu mempunyai rasa memiliki terhadap lahan dan potensi lingkungannya. “Kami harap semua provinsi memiliki semangat yang sama,” ujarnya.
CEO PT Rimba Makmur Utama, Dharsono Hartono, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan karbon selama lebih dari 15 tahun menjelaskan bahwa bisnis kredit karbon membutuhkan transparansi dan kredibilitas yang tinggi.
“Pemerintah, dalam hal ini Otorita IKN, harus siap untuk bersikap transparan dan memiliki dasar ilmiah yang kuat. Otorita IKN berhak mengadopsi metode yang sudah ada dan mengombinasikannya dengan pendekatan yang sesuai. Kunci dari pendekatan yurisdiksi adalah pelibatan lebih banyak pihak,“ jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Joko Tri Haryanto, menyampaikan bahwa sebagai pengelola dana, BPDLH lebih menawarkan nilai (value), bukan keuntungan (profitability) dalam perdagangan karbon.
BPDLH berperan sebagai operator dalam mengelola dana lingkungan hidup yang tidak terbatas pada sektor Forestry and Other Land Use (FOLU), tetapi juga pada sektor lain seperti energi dan mangrove.