Bisnis.com, JAKARTA - Mendorong pertanian berkelanjutan bisa menjadi salah satu pintu gerbang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani, sekaligus memberikan branding positif terhadap komoditas pangan asal Tanah Air di mata dunia.
Hal ini terungkap dalam diskusi bertajuk 'Membentuk Masa Depan Pertanian Berkelanjutan Indonesia Melalui Kolaborasi dan Inovasi Teknologi' yang digelar SwissCham Indonesia, selaku kamar dagang dan asosiasi bisnis Swiss-Indonesia, di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (24/5/2023).
Kepala Kerjasama Ekonomi Swiss Kedutaan Besar Swiss di Indonesia Philipp Orga menjelaskan bahwa alasannya terutama karena setiap komoditas hasil pertanian berkelanjutan bisa dihargai lebih mahal oleh konsumen di Eropa, termasuk masyarakat Swiss.
"Konsumen semakin berani memberikan nilai lebih bagi produk-produk pangan yang benar-benar bisa dilacak asal-usulnya, dan terpercaya bisa menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Kami harap Indonesia bisa berada di garis depan," ujarnya, Rabu (24/5/2023).
Philipp mengatakan bahwa melalui Program Kerjasama yang dilaksanakan Kedutaan Swiss di Indonesia, negara Swiss berkomitmen untuk mendukung produksi komoditas berkelanjutan di Indonesia.
Program Lanskap Berkelanjutan Indonesia (SLPI) yang didanai Swiss bekerja dengan perusahaan swasta di 10 kabupaten di pulau Sumatra dan Kalimantan untuk menciptakan peluang ekonomi bagi petani sekaligus melindungi lingkungan dan mengatasi perubahan iklim.
Baca Juga
Turut hadir, tiga perusahaan anggota SwissCham, yakni Nestlé, Syngenta, dan Koltiva yang mengungkap peluang besar Indonesia menggenjot praktik-praktik pertanian berkelanjutan.
Head of Corporate Sustainable Agriculture Nestlé Indonesia Syahrudi mengungkap bahwa pihaknya memiliki komitmen tumbuh bersama mitra petani untuk disiplin memajukan praktik pertanian regeneratif dan terus berkolaborasi membangun pertanian berkelanjutan.
"Pekerjaan rumah besar Indonesia saat ini adalah bagaimana menjadi lebih kompetitif. Bukan hanya terkait sektor pertanian, peternakan dan perikanan juga. Tinggal sekarang bagaimana meyakinkan mereka bahwa optimalisasi bisa dilakukan dan memberikan benefit nyata," ujarnya.
Bagi Syahrudi, sebenarnya peralatan pendukung praktik pertanian berkelanjutan hanya berkontribusi sekitar 30 persen dari kesuksesan, porsi besarnya ada di mindset dan konsistensi para petani itu sendiri.
"Maka, kami percaya kolaborasi yang kami bangun menuju pertanian berkelanjutan, akan menciptakan manfaat bagi petani, bisnis, dan pada saat yang sama menciptakan dampak positif bagi lingkungan," jelasnya.
President Director of Syngenta Indonesia Kazim Hasnain menjelaskan bahwa petani Indonesia harus memenuhi perubahan kebutuhan lingkungan dan harapan regulator, konsumen, serta pengolah makanan dan pedagang.
Ada tekanan yang meningkat dari perubahan iklim, erosi tanah dan hilangnya keanekaragaman hayati dan dari perubahan selera konsumen terhadap makanan dan kekhawatiran tentang cara produksinya.
Nilai-nilai bisnis Syngenta Indonesia pun berfokus pada memajukan teknologi yang digunakan petani untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas mereka, sembari memastikan, melalui ilmu pengetahuan, bahwa teknologi tersebut juga mengatasi tantangan keberlanjutan dalam pertanian.
Adapun, CEO Koltiva Manfred Borer menegaskan pihaknya memahami peran penting ketertelusuran dalam membangun rantai pasokan yang bertanggung jawab dan etis, yang menguntungkan pelanggan, pemangku kepentingan, dan lingkungan.
Dengan kontribusi yang signifikan dari sektor pertanian terhadap PDB Indonesia, Koltiva menyadari pentingnya solusi inovatif untuk mempromosikan keberlanjutan sembari mematuhi standar peraturan.
Terlebih, Dewan dan Parlemen Uni Eropa baru-baru ini menyepakati peraturan untuk meminimalkan deforestasi dan degradasi hutan. Regulasi ini akan memastikan bahwa produk tertentu tidak lagi berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi hutan di pasar Uni Eropa.
Setiap entitas bisnis akan diminta untuk menunjukkan bahwa produk mereka bebas dari deforestasi dan mematuhi undang-undang yang berlaku di negara produksi.
"KoltiTrace, sistem ketertelusuran kami, memungkinkan pemetaan dan pemantauan komprehensif komitmen nol deforestasi, membantu lebih dari 6.300 perusahaan dalam mencapai rantai pasokan yang dapat dilacak dan tangguh. Koltiva berkomitmen untuk memerangi deforestasi dan bekerja menuju perlindungan lingkungan global," ujarnya.
Aspek keberlanjutan merupakan salah satu kepentingan Swiss yang dimuat dalam Strategi Asia Tenggara 2023 – 2026. Sehubungan dengan itu, SwissCham Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung aspek keberlanjutan yang ada dalam perusahaan anggotanya dan menjajaki potensi kolaborasi lebih lanjut dengan Pemerintah Indonesia.
Dalam hal ini turut hadir, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menjelaskan bagaimana pertanian yang berkelanjutan terbangun di Indonesia melalui kolaborasi dan inovasi teknologi.
Melalui inovasi dan kolaborasi yang tepat, seluruh pelaku bisnis dapat memprioritaskan pembangunan berkelanjutan sebagai langkah kritis untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu Indonesia mencapai pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global.