Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah kini tengah mempersiapkan landasan hukum yang mengatur jenis barang yang dilarang diperdagangkan di dalam negeri, salah satunya barang bekas impor.
Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang menuturkan beleid baru yang akan keluar dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) ini akan melengkapi landasan hukum untuk menindak importasi pakaian bekas impor yang diperdagangkan di dalam negeri.
"Itu perpres tentang barang yang dilarang dan dibatasi perdagangannya di dalam negeri, aturan baru untuk tindak perdagangannya [pakaian bekas impor]," tutur Moga kepada Bisnis pada Jumat (12/5/2023).
Sebelumnya, praktik importasi pakaian bekas diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 40 tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dalam aturan tersebut, pakaian bekas dan barang bekas lainnya termasuk dalam barang yang dilarang impor dengan pos tarif atau HS 6309.00.00 dengan uraian Pakaian bekas dan barang bekas lainnya dan tertera di bagian IV Jenis kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Sebelumnya, dalam penegakan praktik perdagangan pakaian bekas ataupun barang bekas impor ini belum ada beleid khusus yang mengatur pelarangan perdagangannya.
Baca Juga
Beleid terkait meliputi hukuman untuk importir yang mengimpor barang yang dilarang impor dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2014, tentang Perdagangan pada pasal 111 dan 112 dan beleid yang menjerat pedagang yang memperjualbelikan barang yang dilarang diperdagangkan yaitu UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pada pasal 8 dan 62.
Moga menuturkan, pemerintah kemudian dalam hal ini merumuskan Perpres untuk mengatur barang yang dilarang diperjualbelikan dalam negeri sekaligus mengatur sanksi yang akan diterima oleh pedagang.
"Ini larangan barang apa saja untuk diperjualbelikan dalam negeri, tentu ada sanksinya juga," tambah Moga.
Menurutnya pemerintah termasuk Kemendag dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sudah lama menggelar diskusi dan rapat dengan bahasan pemberantasan importasi dan perdagangan barang bekas impor ini.
Saat ini, proses perumusan Perpres ini sedang dalam tahap penandatanganan di Kementerian Sekretariat Negara.
"Posisi sudah di Setneg, lagi nunggu paraf kementerian lembaga, menteri menteri. Jadi memang sudah dipersiapkan perpres itu," pungkas Moga
Senada dengan Moga, Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman menyebutkan pihaknya sedang menggodok beleid baru dan ditargetkan akan segera rampung.
Lantaran pihaknya mewanti-wanti para pedagang akan kembali menambah stok barang bekas untuk diperjualbelikan.
"Ya kita mau sesegera mungkin selesai, jangan sampai bertahun-tahun, dan jangan dimanfaatkan untuk menambah stok lagi dibilang stok lama," tutur Hanung saat ditemui di pabrik Pangansari, Jakarta Timur pada Jumat (12/5/2023).
Dengan demikian, pihaknya bisa segera merampungkan penindakan praktik importasi dan perdagangan pakaian bekas impor.
Dalam catatan Bisnis, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sempat mengizinkan pedagang pakaian bekas impor untuk berjualan menghabiskan stok yang ada.
Namun, setelah stok habis, pedagang tak dapat lagi menjajakan dagangan yang sama lantaran pasokannya sudah dibendung oleh pemerintah.
Keputusan tersebut diambil saat Teten bersama dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berdialog dengan pedagang pakaian bekas Pasar Senen dipandu oleh anggota Komisi VI DPR RI Adian Napitupulu di lantai 4 Pasar Senen Blok III, Jakarta Pusat pada Kamis (30/3/2023).
"Bapak-bapak dan ibu-ibu yang berdagang, walaupun aturannya gak boleh, tapi saya dan Pak Teten izinkan boleh berdagang sampai stok habis," kata Zulkifli dalam diskusi pada Kamis (30/3/2023).
Pertemuan diakhiri dengan janji Zulkifli dan Teten yang akan mencarikan jalan keluar segera kala nanti pedagang mendapati kebuntuan dalam stok barang untuk dijajakan.