Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menegaskan bakal mencabut fasilitas tax holiday untuk investasi baru pada pembangunan pabrik pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF).
Rencananya kebijakan pencabutan itu akan dilakukan dalam waktu dekat seiring dengan komitmen pemerintah untuk menghentikan laju investasi yang terlanjur intensif pada pabrik pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite tersebut.
“Sekarang sudah banyak ya di Indonesia smelter-nya segala macam, jadi menurut saya tidak dapat lagi dikategorikan sebagai industri pionir sehingga tidak perlu diberikan tax holiday tapi ini berlaku hanya untuk yang baru-baru ya,” kata Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto kepada Bisnis, Minggu (7/5/2023).
Pengolahan dengan teknologi RKEF ini pada umumnya menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) untuk kemudian dibuat menjadi stainless steel.
Kendati demikian, Seto menegaskan, kebijakan itu hanya berlaku untuk investasi baru pada smelter pengolahan bijih nikel kadar tinggi berikutnya. Dengan demikian, investasi yang lebih dahulu telah mendapatkan fasilitas tax holiday tetap dapat menikmati penghapusan pajak hingga tenggat pemanfaatan nantinya.
“Yang sudah dapat [tax holiday] tidak mungkin pemerintah mencabut ya itu kan ibaratnya dari segi kepastian investasi kan penting ya, mereka nanti bisa dapat sampai dengan jangka waktu tax holiday-nya habis,” tuturnya.
Baca Juga
Hanya saja, dia menggarisbawahi, perusahaan yang sudah mendapat fasilitas libur pajak yang belakangan mengajukan rencana investasi baru untuk penambahan kapasitas produksi, dipastikan tidak mendapat fasilitas serupa. Dia beralasan rencana ekspansi atau peningkatan kapasitas produksi itu akan dihitung sebagai investasi baru nantinya.
“Mereka menambah kapasitasnya dengan PT baru kan itu dikategorikan dengan pengajuan yang baru ya, tapi akan dilihat dulu mereka itu mengajukannya kapan. Biasanya kalau konstruksi itu pengajuannya sudah satu tahun atau 1,5 tahun sebelumnya,” tuturnya.
Berdasarkan data milik Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) akhir tahun lalu, Indonesia sudah memiliki 43 pabrik berteknologi RKEF yang mengolah saprolit menjadi produk turunan lainnya seperti NPI, FeNi hingga stainless steel.
Sementara baru terdapat 4 pabrik high-pressure acid leach (HPAL) yang mengolah bijih nikel kadar rendah atau limonit menjadi mixed hydroxide precipitate (MHP) hingga menuju ke prekursor, katoda, dan baterai kendaraan listrik.
“Sekarang yang NPI ini sudah tidak banyak lagi yang request karena memang kondisinya sudah oversupply ya, saya kira penyesuaian kebijakannya tidak sulit, terkait dengan pencabutan tax holiday saya kira bisa dilakukan dengan cepat,” kata dia.
Sejak melarang ekspor bijih nikel pada 2020, Indonesia telah melihat lonjakan investasi di pabrik peleburan, tetapi sebagian besar produk yang dihasilkan adalah NPI dan FeNi digunakan untuk membuat baja tahan karat atau stainless steel. Produk tersebut biasanya hanya mengandung 30 persen hingga 40 persen nikel.
"Investasi NPI dapat mencapai titik impas dalam 4 sampai 5 tahun, mengapa kita memberikan tax holiday selama 10 tahun? Itu tidak adil," kata Menteri Investasi Bahlil Lahadalia seperti dikutip dari Reuters, Jumat (5/5/2023).
Sebelumnya, APNI berharap terjadi pergeseran investasi pada sisi midstream pengolahan bijih nikel seiring dengan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kebijakan moratorium investasi baru pada pabrik pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF).
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, moratorium itu diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan modal mereka lebih intensif pada pembangunan pabrik hidrometalurgi yang mengolah lebih lanjut bijih nikel kadar rendah atau limonit menjadi baterai kendaraan listrik hingga panel surya.
“Sejak tahun lalu APNI minta moratorium pabrik teknologi RKEF tapi bagaimana kita mengundang investasi baru untuk pabrik hidrometalurgi karena masa depan ada di limonit, kita semua lagi green energy,” kata Meidy saat dihubungi, Minggu (20/11/2022).
Menurutnya, intensifikasi investasi pada pembangunan pabrik hidrometalurgi bakal menjamin keberlangsungan pasokan bahan baku dari tahap prekursor menuju baterai katoda yang saat ini masih minim.
Di sisi lain, dia mengatakan, moratorium pabrik berteknologi RKEF sebagai penghasil stainless-steel ditargetkan dapat mengurangi permintaan pada saprolite atau bijih nikel kadar tinggi.
Alasannya, cadangan bijih nikel kadar tinggi itu hanya dapat bertahan 7 hingga 10 tahun. APNI memproyeksikan konsumsi saprolite tahun lalu bisa mencapai 140 juta ton.
Konsumsi itu bakal meningkat menjadi 150 juta ton tahun ini dan akan terkerek hingga 400 juta ton pada 2026 mendatang. “Kalau konsumsi 400 juta ton itu cadangan saprolite kita tidak cukup, maksimal pabrik stainless steel ini hanya bertahan 7 tahun,” tuturnya.