Bisnis.com, JAKARTA — Penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang berkaitan dengan urusan ketenagakerjaan tidak tersisa banyak waktu.
Agenda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan menyita banyak waktu anggota DPR, terutama anggota yang berniat maju lagi sebagai anggota legislatif.
Beruntungnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tampaknya juga tidak didesak untuk merampungkan semua RUU yang terkait dengan ketenagakerjaan. Termasuk dari kalangan pengusaha.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, RUU yang masuk dalam Prolegnas yang berkaitan dengan sektor ketenagakerjaan lebih baik dikerjakan secara lebih komprehensif dan mendalam ke beberapa saja calon beleid saja.
Sebab, sambungnya, DPR sudah tidak memiliki banyak waktu untuk merampungkan RUU tersebut mengingat pada Februari 2024 ada pemilihan umum di tingkat legislatif (pileg).
“Biasanya, DPR sudah tidak efektif bekerja sejak 6 bulan sebelum pileg diselenggarakan. Kalau dipaksakan, kami khawatir hasilnya tidak maksimal,” kata Hariyadi kepada Bisnis.com baru-baru ini.
Sebagai contoh, sambung Hariyadi, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Menurutnya, kalau RUU tersebut tidak dikaji dengan mendalam dan komprehensif berpotensi menjadi bumerang bagi lapangan kerja informal.
Selain itu, sambungnya, ada baiknya jika DPR dan pemerintah juga fokus dalam membenahi sektor ketenagakerjaan dari sisi perluasan lapangan pekerjaan.
Dia menilai UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sudah mengakomodasi upaya perluasan lapangan pekerjaan.
“Tinggal implementasinya, dan jangan dikeluarkan aturan seperti aturan perubahan upah minimum,” ujarnya.