Bisnis.com, JAKARTA — Komisi VII DPR RI berencana untuk memanggil pemerintah menyusul rencana relaksasi izin perpanjangan ekspor PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dalam waktu dekat.
Seperti diketahui selepas rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo atau Jokowi pekan lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif mengatakan pemerintah telah sepakat untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat dua perusahaan tambang tembaga itu hingga Mei 2024. Keputusan itu diambil menjelang larangan ekspor mineral logam yang ditenggat 10 Juni 2023.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto mengatakan komisinya belum menerima penjelasan pemerintah ihwal keputusan perpanjangan izin ekspor dua perusahaan tersebut. Malahan, Mulyanto menuturkan, pemerintah belum sempat berkonsultasi ihwal rencana pelonggaran amanat moratorium ekspor konsentrat tembaga kepada komisi energi.
Mulyanto mengatakan rencana pemanggilan itu bertujuan untuk meminta penjelasan pemerintah lantaran kebijakan tersebut dinilai inkonsisten dengan amanat penghiliran mineral logam yang tertuang dalam Undang-Undang No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
“Pemerintah inkonsiten, karena selama ini mengglorifikasi program hilirisasi SDA, tetapi nyatanya menyerah terhadap desakan Freeport. Bahkan, secara langsung kebijakan pemerintah ini menabrak UU No. 3/20220, khususnya pasal 170A, yang melarang ekspor mineral mentah sejak bulan Juni 2023,” kata Mulyanto saat dihubungi, Rabu (3/5/2023).
Selain itu, Mulyanto menambahkan, kebijakan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga dinilai diskriminatif dibandingkan dengan mineral logam lainnya. Misalkan, dia mencontohkan, moratorium bijih nikel sudah diambil pemerintah sejak 1 Januari 2020.
Baca Juga
Di sisi lain, menurut dia, payung hukum yang diambil pemerintah lewat peraturan menteri (Permen) juga bermasalah untuk membatalkan muatan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
“Dasar hukum bagi izin ekspor konsentrat tembaga ini hanya berupa Permen, maka ini aneh. Masak undang-undang dibatalkan dengan Permen. Undang-undang hanya dapat dibatalkan dengan undang-undang saja,” kata dia.
Bisnis mencoba meminta keterangan lebih lanjut dari anggota komisi energi lainnya ihwal perpanjangan izin tersebut dan rencana pemanggilan esekutif dalam waktu dekat. Hanya saja, Anggota Komisi VII DPR F-Gerindra Ramson Siagian belum memberi keterangan hingga berita ini dinaikkan.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli berpendapat keputusan pemerintah untuk melonggarkan moratorium ekspor untuk kedua perusahaan tambang tembaga itu menjadi peluang untuk meninjau ulang rencana pelarangan mineral logam strategis lainnya seperti balok timah atau tin ingot.
Lewat keputusan itu, Rizal berharap, pemerintah dapat meninjau ulang rencana penghentian izin ekspor untuk tin ingot lantaran belum siapnya industri domestik menyerap potensi limpahan bahan baku mendatang.
“Terutama kami melihat timah kalau dihentikan ekspornya tentu saja akan berdampak kepada produksi dan penjualan karena kesiapan industri dalam negeri yang belum maksimal,” kata Rizal.
Apalagi, kata Rizal, pengolahan sisi hulu industri timah domestik sebagian besar dikerjakan oleh badan usaha milik negara atau BUMN, PT Timah Tbk. (TINS).
Seperti diberitakan sebelumnya, Jokowi memutuskan untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara hingga Mei 2024 yang sebelumnya diamanatkan untuk dimoratorium pada 10 Juni 2023.
“[Perpanjangan ekspor] sampai Mei 2024 sudah firm dengan catatan, hal-hal administratif yang kita sedang siapkan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (28/4/2023).
Rencanannya, relaksasi ekspor kosentrat tembaga dua perusahaan tambang itu bakal diatur lewat peraturan menteri atau Permen. Adapun, Permen itu masih dimatangkan oleh kementerian terkait dengan menyesuaikan kembali beberapa aturan relaksasi dan kewajiban kontraktor di dalamnya.
Arifin menerangkan keputusan itu diambil untuk menjaga keberlanjutan pengerjaan smelter yang telah menunjukkan kemajuan yang signifikan hingga triwulan pertama tahun ini. Adapun, dia menambahkan, pemerintah turut mempertimbangkan keterlambatan pengerjaan smelter yang disebabkan karena faktor eksternal seperti pandemi Covid-19 sejak awal 2020.
Selain itu, dia menerangkan, porsi kepemilikan saham dari pemerintah di PTFI juga terbilang besar. Penghentian izin ekspor konsentrat tembaga sesuai dengan amanat UU Minerba pada 10 Juni 2023 dinilai terlalu berisiko untuk keuangan negara.
“Kita kan lihat bahwa kalau disetop juga yang kena di situ Freeport yang punya kita 51 persen, kemudian baru 49 persen sisanya,” kata dia.