Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LAPORAN DARI KORSEL: Investasi Infrastruktur Asia Butuh US$1,7 Triliun per Tahun

Ekonomi negara berkembang di Asia tumbuh 4,2 persen pada 2022. Dibutuhkan investasi di sektor infrastruktur untuk menjaga pertumbuhan positif ini.
Karyawan memotret logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memotret logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, INCHEON – Negara-negara berkembang di Asia perlu berinvestasi US$13,8 triliun atau US$1,7 triliun per tahun di sektor infrastruktur mulai 2023 hingga 2030. Kebutuhan investasi ini untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan merespons perubahan iklim.

Ekonomi negara berkembang di Asia tumbuh 4,2 persen pada 2022, lebih lambat dari 7,2 persen pada 2021. ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang Asia tahun ini akan 4,8 persen.

Sementara itu untuk wilayah Asean, total kebutuhan investasi infrastruktur diperkirakan setidaknya US$2,8 triliun untuk periode yang sama atau US$184 miliar per tahun.

Perhitungan itu termaktub dalam laporan 'Reinvigorating Financing Approaches for Sustainable and Resilient Infrastructure in Asean+3' yang diluncurkan pada hari pertama Pertemuan Tahunan ke-56 ADB di Incheon, Korea Selatan, hari ini Selasa (2/5/2023).

Menurut laporan itu, mempersempit kesenjangan pembiayaan infrastruktur akan sangat penting untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial negara-negara berkembang di Asia. Disebutkan juga partisipasi sektor swasta menjadi kunci. Saat ini, lebih dari US$200 triliun modal swasta diinvestasikan di pasar modal global.

Ditampilkan juga kumpulan pendekatan pembiayaan inovatif terbaru infrastruktur melalui kolaborasi antara investor swasta, publik, dan institusi yang akan mendukung pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan pascapandemi di ekonomi Asean+3. Beberapa contoh pembiayaan inovatif itu adalah pembiayaan campuran (blended finance), daur ulang aset, sekuritisasi aset, dan struktur utang yang dapat dikonversi.

Laporan juga menawarkan ‘suara Asean+3’ pada wacana internasional tentang pembiayaan infrastruktur, dengan fokus pada kebutuhan, tantangan, dan peluang di negara-negara berkembang di Asia. Asean+3 terdiri atas 10 negara anggota Asean plus China, Jepang, Korea.

“Mekanisme pembiayaan yang inovatif diperlukan untuk menarik modal swasta dan kelembagaan—bersama dengan dana publik—untuk mendanai infrastruktur penting yang akan menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan pendapatan bagi ekonomi lokal,” kata Diriktur Jenderal Pelaksana ADB Woochong Um.

Menurutnya, kebijakan yang kondusif dan kerangka peraturan harus dibangun untuk mengurangi risiko, menawarkan peningkatan kredit dan fasilitas pengurangan risiko, serta memberikan peluang investasi bagi semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi.

Indranee Rajah, Menteri Kedua Keuangan dan Pembangunan Nasional Singapura mengatakan peningkatan kesadaran investor akan pendekatan pembiayaan yang inovatif akan menjadi kunci untuk mendorong investasi yang lebih besar dalam proyek-proyek yang kurang bankable.

“Faktor keberhasilan kritis dari studi kasus aktual dalam laporan tersebut memberikan pelajaran yang berguna bagi pemerintah yang ingin menerapkan pendekatan pembiayaan di ekonomi masing-masing,” katanya merespon laporan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper