Bisnis.com, JAKARTA - Argentina akan mulai membayar produk impor dari China dalam mata uang yuan, bukan dolar AS. Dedolarisasi dimulai?
Keputusan tersebut diumumkan pemerintah Argentina pada Rabu (27/4/2023). Pemerintah Negeri Tango itu mengatakan langkah itu bertujuan untuk mengurangi cadangan dolar AS yang semakin menipis di negara tersebut.
"Pada April 2023, Argentina harus membayar sekitar US$1 miliar impor dari China dalam yuan, bukannya dalam dolar AS. Setelah itu, sekitar US$790 juta impor bulanan akan dibayarkan dalam yuan," tulis pemerintah Argentina dalam pernyataan resmi dikutip dari Reuters, Jumat (28/4/2023).
Menteri Ekonomi Argentina Sergio Massa mengatakan keputusan ini bertujuan untuk mengurangi arus keluar dolar AS. Hal itu dia sampaikan sebuah acara setelah pertemuan dengan duta besar China Zou Xiaoli, dan juga perusahaan-perusahaan dari berbagai sektor.
Keputusan ini diambil ketika negara Amerika Selatan ini berjuang melawan level kritis dalam cadangan dolar AS di tengah penurunan tajam ekspor pertanian yang disebabkan oleh salah satu kekeringan terburuk dalam sejarah serta ketidakpastian politik menjelang pemilihan umum pada tahun ini.
Pada bulan November 2022, Argentina memperluas pertukaran mata uang peso dengan Yuan China sebesar US$5 miliar dalam rangka memperkuat cadangan devisa Argentina.
Baca Juga
"Perjanjian ini akan memungkinkan Argentina untuk mengupayakan kemungkinan untuk meningkatkan laju impor dengan pesanan impor dalam mata uang yuan akan diotorisasi dalam 90 hari, bukannya 180 hari seperti biasanya," ujar Sergio Massa.
Diberitakan sebelumnya, negara-negara yang masuk dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) berencana membuat mata uang tunggal. Keputusan untuk membuat mata uang tersebut dilakukan untuk menggempur dominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan internasional.
Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk antisipasi dari keadaan Rusia yang terdesak negara-negara Barat, setelah menginvasi Ukraina. Dalam sebuah laporan dari kantor berita Sputnik, BRICS memiliki strategi untuk "tidak membela dolar atau euro".