Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS angkat bicara terkait kebijakan pemerintah yang kembali memangkas hak ekspor CPO dari sebelumnya 1:6 menjadi 1:4 mulai 1 Mei 2023.
Kepala Divisi Perusahaan Achmad Maulizal menyampaikan, pengurangan kuota kemungkinan akan mengurangi jumlah volume ekspor yang kemudian berdampak pada penerimaan dari pungutan ekspor. Namun, BPDPKS masih memiliki dana yang berasal dari surplus pendapatan 2022 yang dapat mendukung pendanaan program BPDPKS.
“Untuk tahun ini, dana sawit diperkirakan masih bisa membiayai seluruh program BPDPKS, termasuk insentif untuk program B35,” katanya kepada Bisnis.com, Jumat (28/4/2023).
Berdasarkan data BPDPKS, volume ekspor sawit di 2022 mencapai 34,67 juta MT dengan pendapatan pungutan ekspor sebesar Rp34,5 triliun. Di samping itu, capaian kerja imbal hasil dana kelolaan BPDPKS di 2022 mencapai Rp800 miliar.
Adapun sepanjang 2015 hingga 2022, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar Rp144,59 triliun untuk program insentif biodiesel.
Sebagaimana diketahui, pemerintah kembali memberlakukan pengurangan rasio kuota hak ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai 1 Mei 2023.
Baca Juga
Dengan adanya kebijakan tersebut, maka penjualan ke luar negeri dan pemenuhan domestic market obligation (DMO) dipangkas menjadi 1:4. Artinya, produsen hanya bisa melakukan ekspor sebanyak 4 kali dari jumlah pemenuhan pasokan dalam negeri.
Selain memangkas rasio kuota hak ekspor CPO, target DMO atau kewajiban pasok dalam negeri untuk program minyak goreng rakyat dikembalikan menjadi 300.000 ton per bulan dari sebelumnya 450.000 ton, sesuai dengan Keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 82/2022.
Tak hanya itu, pemerintah juga menaikkan insentif pengalih untuk minyak goreng kemasan menjadi dua untuk kemasan bantal dan 2,25 untuk kemasan selain bantal serta mencairkan deposito hak ekspor CPO secara bertahap selama 9 bulan hingga Januari 2024.