Bisnis.com, JAKARTA – Seagate Technology Holding Plc menyetujui permintaan pembayaran denda senilai US$300 juta atau sekitar Rp4,5 triliun kepada otoritas AS setelah terbukti mengirimkan perangkan hard disk senilai lebih dari US$1,1 miliar ke Huawei China.
Departemen perdagangan mengatakan hal tersebut telah melanggar undang-undang kontrol ekspor AS.
Melansir Reuters pada Kamis (20/4/2023), Seagate telah melakukan penjualan hard disk ke Huawei tersebut antara Agustus 2020 dan September 2021.
Sebelumnya, pada 2021, Huawei telah ditempatkan di daftar hitam perdagangan AS guna mengurangi penjualan barang-barang AS ke perusahaan tersebut dengan alasan keamanan nasional dan kebijakan luar negeri.
Hukuman tersebut merupakan yang terbaru dari beberapa tindakan Washington yang bertujuan menghalagi transfer terknologi ke China dan diperkirakan dapat mendukung militernya.
Seagate telah mengirim sebanyak 7,4 juta hard disk ke Huawei selama kurang lebih satu tahun dan menjadi satu-satunya pemasok hard disk Huawei usai diberlakukannya aturan pada 2020.
Baca Juga
Dua pemasok utama hard drive Huawei yaitu Western Digital Corp dan Toshiba Corp telah berhenti mengirim ke Huawei sejak diberlakukannya aturan baru pada 2020.
“Bahkan setelah pesaingnya berhenti menjual kepada mereka, Seagate tetap mengirimkan hard disk drive ke Huawei," kata Matthew Axelrod, asisten sekretaris untuk penegakan ekspor di Biro Industri dan Keamanan Departemen Perdagangan AS.
Axelrod mengatakan bahwa sanksi administratif tersebut merupakan sanksi yang terbesar dalam sejarah lembaga tersebut yang tidak berhubungan dengan kasus pidana.
"Meskipun kami percaya telah mematuhi semua undang-undang kontrol ekspor yang relevan pada saat kami melakukan penjualan hard disk drive yang dipermasalahkan, kami memutuskan bahwa menyelesaikan masalah ini adalah tindakan terbaik," kata CEO Seagate Dave Mosley dalam sebuah pernyataan.
Pada Rabu (19/4/2023), pemerintah mengatakan bahwa Seagate keliru dalam menafsirkan aturan produk asing.
Seagate perlu membayar denda senilai US$300 juta tersebut dengan cicilan sebesar US$15 juta atau setara Rp223 miliar per kuartal selama lima tahun.