Bisnis.com, JAKARTA — PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menegaskan belum berencana untuk mencari mitra baru terkait dengan upaya percepatan pengerjaan proyek grass root refinery (GRR) Tuban.
Komitmen itu disampaikan KPI menyusul dampak sanksi Uni Eropa dan Pemerintah Inggris untuk setiap portofolio pengembangan hulu hingga hilir minyak dan gas (migas) yang bersinggungan dengan perusahaan Rusia.
Seperti diketahui, infrastruktur pengilangan yang ikut jadi proyek strategis nasional (PSN) itu dikerjakan KPI bersama dengan perusahaan asal Rusia, Rosneft Singapore Pte Ltd.
“Saat ini belum ada rencana untuk pencarian mitra baru di proyek GRR Tuban,” kata Corporate Secretary PT KPI Hermansyah Y. Nasroen saat dihubungi, Senin (3/4/2023).
Seperti diketahui, hingga saat ini Rosneft Singapore Pte Ltd belum kunjung menyetujui penyertaan modal untuk pengembangan proyek atau site development lantaran belum diperolehnya keputusan akhir investasi atau Final Investment Decision (FID) dari GRR Tuban.
Adapun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap kepastian investasi itu dapat dibuat pada Juni tahun ini setelah beberapa kali pengunduran.
Baca Juga
“Perkembangan geopolitik perang Rusia-Ukraina menjadi pertimbangan dalam proses FID yang sedang berjalan,” kata dia.
Dia menuturkan proses penyusunan keputusan akhir investasi itu juga sudah mempertimbangkan dampak sanksi dunia barat untuk kelanjutan megaproyek pengilangan Pertamina bersama mitra asal Rusia tersebut.
“Risiko dan mitigasi dampak juga sudah menjadi pertimbangan dalam proses FID tersebut,” tuturnya.
Adapun, proyek kilang baru itu diperkirakan membutuhkan dana mencapai US$13,5 miliar atau setara dengan Rp205,05 triliun. Nantinya kilang Tuban bakal memproduksi 300.000 barel minyak per hari (bph) dengan kualitas produk EURO 5.
Sementara itu, proyek pengembangan kilang dipastikan tertunda dari rencana operasi yang awalnya dipatok pada 2027. Selain dampak geopolitik global, tertundanya pengerjaan kilang itu juga disebabkan karena minimnya fasilitas penunjang sekitar proyek yang membuat investasi cenderung tidak menarik untuk dikembangkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan proyek grass root refinery (GRR) Tuban yang dikerjakan PT Pertamina (Persero) bersama dengan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft, belakangan mulai terdampak sanksi Uni Eropa dan Pemerintah Inggris.
Seperti diketahui, Uni Eropa dan Pemerintah Inggris makin agresif memberikan sanksi pada sisi hulu hingga hilir portofolio pengembangan bisnis minyak dan gas bumi (migas) yang berafiliasi dengan perusahaan asal Rusia.
Arifin menuturkan dampak sanksi terhadap Rusia itu membuat akses pada pendanaan, teknologi hingga jasa konstruksi kilang terkendala serius. Konsekuensinya, pengerjaan kilang yang masuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN) itu masih relatif lamban hingga saat ini.
“Kalau ini kan sanksi pendanaan, kemudian sanksi dari penyedia jasa seperti asuransi, peralatan, jadi memang terdampak,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Arifin mengatakan kementeriannya telah berkoordinasi dengan Pertamina dan Rosneft untuk mencari jalan keluar atas kebuntuan akses pendanaan serta jasa konstruksi lainnya terkait dengan upaya percepatan pengerjaan kilang mendatang.
Kendati demikian, dia masih enggan menerangkan potensi untuk mencari mitra baru pengganti Rosneft dalam proyek kilang baru tersebut.
“Ya [dicarikan mitra lain], kita tunggu saja,” kata dia.