Sinergi Pengamanan Aset Migas

Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti depo minyak atau pipa gas tentunya harus mendapatkan perhatian khusus.
Foto: Ilustrasi Sinergi Pengamanan Aset Migas/Freepik
Foto: Ilustrasi Sinergi Pengamanan Aset Migas/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti depo minyak atau pipa gas tentunya harus mendapatkan perhatian khusus, utamanya dari risiko eksternal maupun internal yang dapat menyebabkan ledakan atau kebakaran.

Insiden kebakaran pada pipa di Terminal Bahan Bakar Minyak Plumpang Jakarta utara yang mengakibatkan korban jiwa tentunya bisa menjadi pelajaran, bagaimana pemerintah terutama pemilik aset perlu waspada terkait keamanan Obvitnas. Terlebih lagi, insiden semacam itu juga pernah beberapa kali terjadi bukan hanya di Plumpang, tapi juga di Balongan, Cilacap dan Balikpapan. 

Tanpa upaya mitigasi bencana yang berkesinambungan, dampak serius tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar Obvitnas, tapi juga berdampak perekonomian nasional. Untuk itu, perlu ada langkah antisipasi dan penguatan pemahaman terhadap risiko bencana lintas pemangku kepentingan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan dalam fasilitas di Obvitnas, tentunya setiap BUMN atau lembaga negara yang memiliki obyek vital itu memiliki SOP terkait operasional dan manajemennya, termasuk pengamanan internal.

“Namun dengan adanya kejadian-kejadian di beberapa Obvitnas terutama yang terkait dengan migas, sepertinya perlu ditinjau ulang prosedur, kepatuhan/compliance dan pengawasannya. Audit aset-aset internal itu merupakan langkah awal, setelah itu untuk setiap aset vital tersebut dipetakan seluruh risiko dan disusun rencana mitigasi risiko, serta implementasinya,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (21/3)

Selain itu, kata Fabby sudah ada Keputusan Presiden No 63/2004 tentang Pengamanan Obvitnas yang mungkin saja perlu ditinjau ulang dan dilengkapi dengan ketentuan mengenai penetapan zona aman atau area penyangga dan koordinasi antar instansi/lembaga pemerintah serta pemerintah daerah untuk mendukung hal tersebut.

Sinergi antar pemangku kepentingan dan kebijakan terkait pengamanan Obvitnas tentunya sangat diperlukan. Hal ini terkait dengan pertimbangan bahwa Obvitnas memiliki peran penting bagi kehidupan bangsa dan negara ditinjau dari aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

Terlebih lagi, ada fakta yang harus dihadapi bahwa beberapa Obvitnas dekat dengan permukiman bahkan tak jarang lahannya ditempati secara ilegal dan dibiarkan begitu saja. Untuk itu, pengamanan Obvitnas khususnya di sektor migas menjadi tanggungjawab dan komitmen semua pemangku kepentingan.

Penekanan dari komitmen tersebut adalah bagaimana mengimplementasikan peran dan fungsinya masing-masing, khususnya berkaitan pada pengamanan obyek vital. Semisal, TNI dengan UU No 34 Tahun 2004, Polri dengan UU No 2 tahun 2002 ataupun Pemda dengan UU No 23 Tahun 2015 tentang Pemda.

Anggota DPR Komisi VII Mulyanto menilai BUMN Migas seperti Pertamina harus meningkatkan pengamanan terhadap aset dan melakukan manajemen risiko yang ketat serta terukur. Untuk itu, Pertamina diminta untuk membenahi mengenai kelembagaan yang menangani manajemen aset.

“Tentunya pengamanan ini bukan sekedar keamanan dalam makna “security” atau “safeguard”, tetapi yang utama adalah “safety”, keselamatan penduduk, instalasi dan pekerja. Kelembagaan yang menaungi HSSE harus diperkuat serta bersinergi dengan lembaga atau instansi lain seperti Polri, TNI, BNPB dan lainnya,” jelasnya.

Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah mengatakan dalam mengamankan Obvitnas, jangan hanya menggunakan pendekatan keamanan tapi juga pendekatan humanis kepada masyarakat sekitar sekaligus sosialisasi mengenai kerentanan dan pentingnya fasilitas itu untuk dijaga bersama-sama.

“Obvitnas terutama yang terkait migas itu terkait langsung dengan kepentingan publik dan juga kepentingan ekonomi nasional, jadi pendekatan kebijakannya itu harus mengedepankan sustainable atau kelestarian yang jangka panjang, bukan hanya soal efisiensi dan efektivitas yang hanya jangka pendek,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper