Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moeldoko Ungkap Sederet Kendala Program Food Estate

Kepala Staf Kepresidenan KSP Moeldoko mengungkapkan masih terdapat sejumlah tantangan dalam pengembangan program lumbung pangan atau food estate
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat menerima kunjungan tim Bisnis Indonesia, di Kantor Staf Presiden Jakarta, Jumat (6/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat menerima kunjungan tim Bisnis Indonesia, di Kantor Staf Presiden Jakarta, Jumat (6/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaksanaan lumbung pangan atau food estate kerap menemui sejumlah kendala, tetapi program itu akan terus berjalan karena pemerintah menginginkan pemenuhan kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri.

Kepala Staf Kepresidenan KSP Moeldoko menilai bahwa Indonesia memiliki berkah tanah yang subur dan keragaman pangan. Terdapat tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan karena bertambahnya populasi dan berkurangnya lahan pertanian, terutama di Jawa.

Moeldoko menyebut bahwa pengembangan program food estate bertujuan untuk mengatasi tantangan pemenuhan pangan dalam jangka panjang melalui pendekatan ekstensifikasi. Namun, pengembangan program itu bukan tanpa kendala.

Menurut Moeldoko, kendala pertama dalam food estate adalah terkait lahan, yakni elevasi tanah di Kalimantan yang relatif datar. Terdapat risiko mandeknya aliran air di kontur tanah yang datar sehingga memengaruhi keasaman tanah yang menjadi penentu kualitas hasil pangan.

"Ini perlu treatment khusus terhadap tanah-tanah seperti ini, bagaimana semaksimal mungkin irigasinya harus menjadi bagian solusi, bagaimana meningkatkan keasaman, menebar pupuk yang sesuai," ujar Moeldoko dalam wawancara bersama Bisnis, Senin (3/4/2023).

Kendala kedua terkait dengan sarana pascapanen yang belum memadai secara merata. Sarana pascapanen pun berkaitan dengan rasio jumlah petani dan luasan lahan yang mereka garap.

Moeldoko mencontohkan, bagaimana setiap petani di Jawa menggarap sekitar 1 hektare lahan sehingga pengeringan pascapanen dapat menggunakan matahari. Sementara itu, ketika terdapat pembukaan lahan skala besar dan penanaman langsung berjalan, panen dalam jumlah besar memerlukan sarana pengering yang lebih optimal.

"Ketiga, hubungan korporasi dan petani. Kalau enggak diperhatikan lama-lama bisa menjadi konflik. Awal-awal korporasi bisa memahami kesulitan petani, petani bisa memahami korporasi. Misalnya, diinput, petani perlu dibantu benih, pupuk, teknologi, biaya tenaga kerja dan pengolahan lahan," ujar Moeldoko.

Terdapat kendala lainnya yang menurut Moeldoko lebih genting, yakni pada dasarnya petani tidak memiliki modal sejak awal. Oleh karena itu, dalam pengembangan food estate, dapat dikatakan bahwa petani akan sulit mengambil kesempatan kedua apabila dalam inisiasi awal terjadi kegagalan.

"Jangan memberikan kesempatan petani sekali, gagal, karena begitu dia gagal akan angkat tangan, enggak mau lagi mengerjakan lahan [karena tidak ada lagi modal]. Lahan itu akan ditinggalkan, jadi [proyek food estate bisa] mangkrak," ujar Moeldoko.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper